Pengamat Minta Pihak yang Menolak Omnibus Law Dialog Bareng Pemerintah
Kamis, 12 Maret 2020 -
Merahputih.com - Pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo berharap pihak-pihak yang menolak Omnibus Law khususnya RUU Cipta Kerja berdialog dengan Pemerintah.
Suatu kebijakan tentunya tidak dapat menyenangkan semua pihak. Dengan dialog diharapkan bisa mencari jalan tengah demi kepentingan bangsa dan negara.
“Apa yang menjadi keberatan itu kan bisa didiskusikan karena ini kan masih RUU, tentunya itu dijadikan masukan dulu saja, yakinkan Pemerintah bahwa memang itu memberikan dampak yang tidak baik bagi satu atau dua kelompok orang sehingga kemudian ini bisa diakomodir,” ujar Wahyu dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (12/9).
Baca Juga
Kritik Omnibus Law, Bima Arya Sebut Pemerintahan Jokowi Otoriter
Ia juga meminta semua pihak harus dilihat dampaknya secara utuh dan jernih. Wahyu menilai RUU Cipta Kerja memiliki banyak dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Kita harus memandangnya jernih, dampak positifnya apa. Apakah orang yang mendapatkan positifnya lebih banyak atau tidak. Kalau masih banyak orang yang mendapatkan dampak positifnya sebaiknya kebijakan ini diambil saja,” jelas dia.

Wahyu memandang RUU Cipta Kerja bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang saat ini stagnan.
“Dalam rancangan itu kan prinsipnya untuk mendorong investasi. Kalau saya baca draftnya, Pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan investasi, makanya kemudian tujuannya adalah menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Wahyu.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan mengaku terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak terkait RUU Cipta Kerja. Menurutnya, sepanjang belum disahkan menjadi undang-undang, masyarakat dapat menyampaikan kritik maupun saran.
Baca Juga:
Pemerintah bersama DPR, sebagaimana dikutip Antara, saat ini tengah menggodok Omnibus Law RUU Cipta Kerja. RUU ini akan menyederhanakan 74 UU. Oleh berbagai pengamat ekonomi, UU ini diyakini bisa mengatasi masalah tumpang tindihnya regulasi perizinan yang selama ini menghambat masuknya investasi di Indonesia. (*)