Penerimaan Pajak 2024 di Bawah Target, Kabinet Prabowo Terancam Defisit APBN

Kamis, 16 Januari 2025 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang baru berjalan 100 hari langsung mendapat beban yang cukup berat karena realisasi penerimaan pajak tahun 2024 hanya 97,2 persen dari target APBN.

Padahal sebelumnya sudah tiga tahun berturut-turut mencapai target. Dengan defisit APBN mencapai Rp 507,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB.

"Dengan tambahan defisit APBN tentu menambah utang baru, yang pemerintahan baru akan bayar nantinya pokok utang berikut bunganya,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, dalam keterangannya, Kamis (16/1).

Baca juga:

Dana Pribadi Prabowo untuk Uji Coba Program MBG, Dasco: Hindari Pemborosan APBN

Jejak Defisit APBN Era Jokowi

Anis mengungkapkan data historis defisit APBN atas Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari masa ke masa. Rata-rata defisit tahun 2000-2004 hanya -1,75 persen, tahun 2005-2009 pada angka -0,80 persen, 2010-2014 sebesar -1,58 persen.

Selama dua periode pemerintahan Presiden Jokowi defisit meningkat tajam sebesar -2,32 persen rata-rata sepanjang 2015-2019, dan -3,39 persen di 2019-2024.

“Semoga pemerintah Prabowo bisa memperbaiki, karena pada rezim sebelumnya defisit selalu melonjak, bahkan di era sebelum pandemi pun, defisit meningkat tajam di atas 2 persen,” ungkapnya.

Baca juga:

Pengamat Mengkritisi Rencana Prabowo Bangun Sekolah Unggulan ‘Garuda’ dan Rakyat, seperti Era Kolonial

Jejak Pendapatan Negara 2024

Doktor Ekonomi Syariah jebolan Universitas Airlangga ini turut mengomentari pernyataan Kemenkeu yang menyebut pendapatan negara tumbuh positif.

"Padahal rasio pendapatan negara atas PDB secara historis terlihat tidak ada kemajuan, bahkan cenderung menurun. Pada tahun 2014 sebesar 14,57 persen, kemudian di 2024 Rasio Pendapatan Negara atas PDB menurun hingga 12,50 persen,” katanya.

Anis juga mengungkapkan faktor menurunnya penerimaan pajak di tahun 2024, di antaranya karena pemerintah seolah tidak berdaya menghadapi tekanan gejolak global dan turunnya harga komoditas. Sementara di dalam negeri sendiri, fundamental ekonomi nasional juga tidak kunjung membaik.

Baca juga:

Jelang Akhir Tahun Defisit Anggaran Negara Capai Rp 401,8 Triliun

Menurutnya, deflasi selama lima bulan berturut-turut menunjukkan efek dari lemahnya daya beli masyarakat akibat pertumbuhan penghasilan yang tidak signifikan serta turunnya pendapatan masyarakat selama tahun 2024.

"Pemerintah baru perlu menstabilkan ekonomi terlebih dahulu, agar penerimaan negara optimal, selain itu pemerintah perlu menambal kebocoran pajak seperti di sektor sawit, tambang, dan bidang sumber daya alam (SDA) lainnya,” pungkasnya. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan