Penangguhan EUDR Jadi Jalan Bagi Pemerintah Percepat Perbaikan Tata Kelola Komoditas Sawit

Selasa, 08 Oktober 2024 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang akan diterapkan pada awal tahun 2025, telah ditangguhkan selama satu tahun kedepan. Komoditas sawit Indonesia menjadi salah satu yang akan terdampak.

Forum Petani Sawit Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI) menilai, langkah dalam penangguhan penerapan EUDR, harus dilihat sebagai kesempatan agar pemerintah semakin serius melakukan perbaikan tata kelola komoditas termasuk kepala sawit, yang menjadi komoditas utama ekspor Indonesia, secara komprehensif.

Percepatan e-STDB dan sertifikasi sebagai bagian ketelusuran rantai pasok harus semakin dikuatkan, dipercepat, tidak kendor.

"Bahkan, melakukan terobosan dalam implentasinya agar 2,5 juta petani sawit swadaya bisa segera mendapatkan e-STDB bahkan bisa melakukan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO)," ujar Kepala Sekretariat FORTASBI Rukaiyah Rafik di Jakarta, Selasa (8/10).

Baca juga:

Kementan Dorong Peningkatan Produksi Sawit Buat Biodiesel 50

Ia menegaskan, penangguhan juga membuka jalan bagi pemerintah untuk mendesak Uni Eropa Kembali mempertimbangkan mekanisme sertifikasi ISPO menjadi alat bantu dalam penilaian implementasi EUDR.

Selain itu, mendorong Uni Eropa, menyediakan insentif konkrit bagi petani sawit swadaya dalam waktu satu tahun ini, bisa memenuhi aturan yang diminta Uni Eropa.

"Penerapan EUDR tidak boleh diterapkan secara membabi buta, karena ini menyangkut masa depan industri sawit Indonesia, termasuk menyangkut hajat hidup petani kecil yang jumlahnya mencapai jutaan orang," katanya.

EUDR, kata Rukaiyah, sebagai tools untuk mendorong perbaikan tata Kelola komoditas termasuk kelapa sawit, harus diterapkan secara holistic dan harus memastikan tidak menyingkirkan Petani dalam supply chain ke pasar Uni Eropa.

Baca juga:

Kementan Dorong Penguatan Inklusivitas Pekebun Kelapa Sawit

Rukaiyah mengatakan, bahwa petani sawit swadaya telah mulai bergerak pada praktek perkebunan yang berkelanjutan sejak 10 tahun terakhir, dan tentu ini akan menjadi hal mudah bagi petani dalam penerapan regulasi serupa.

Ia menegaskan, dengan kondisi yang ada saat ini, perlu ada aksi kolaborasi yang kuat antar semua pihak, organisasi masyarat sipil, pemerintah, perusahaan dan juga Masyarakat Uni Eropa, untuk memastikan petani sawit swadaya dapat memenuhi regulasi tersebut.

"Agar sejalan dengan program pemerintah mengenai percepatan sertifikasi ISPO, FORTASBI juga mengusulkan ketentuan sertifikasi EUDR seharusnya dapat disesuaikan dengan standar yang sudah diberlakukan di Indonesia yaitu ISPO," katanya. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan