Pemerintah Diingatkan Soal Efek Domino PPN Sembako dan Pendidikan
Jumat, 11 Juni 2021 -
MerahPutih.com - Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Sembako dan Penddikan bakal memberikan efek domino pada masyarakat. Jika bahan-bahan makanan pokok masyarakat atau sembako dikenai PPN, maka harganya semakin mahal sehingga konsumen otomatis akan menurun.
"Kalau sembako keterangan resminya akan naik 12 persen. Wah bayangkan kalau sembako naik sekitar 12 persen kira-kira apa yang akan terjadi? Besar enggak?,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad di Jakarta, Jumat (11/6).
Baca Juga:
Cak Imin Minta Pemerintah Kaji Ulang Rencana Penerapan PPN Sembako
Tauhid menyatakan, jika bahan-bahan makanan pokok masyarakat atau sembako dikenai PPN semakin mahal, konsumen akan menjerit. Konsumen akan menyesuaikan terutama kelompok menengah ke bawah.
Ia mengatakan, jika barang-barang yang dikonsumsi turun, maka penjualan juga akan menurun yang pada akhirnya mempengaruhi hulunya yakni industri dan pengusaha. Industri atau pelaku usaha akan mengurangi jumlah produksi, akibatnya jumlah tenaga kerja harus efisien baik pengurangan waktu jam kerja hingga upah.
Ia melanjutkan, secara umum dampak berantainya yakni pendapatan masyarakat akan berkurang.
"Ketika PPN naik otomatis dampak besarnya pendapatan masyarakat turun, konsumsi turun, daya beli turun," tegasnya.
Ia mengatakan, rencana pemberlakuan PPN terhadap sembako juga berpotensi menaikkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Sementara untuk PPN pendidikan, Tauhid menegaskan rencana ini sangat merugikan sekolah-sekolah swasta, terutama di pedesaan.
"Iya (terancam tutup) seperti sekolah-sekolah swasta di desa kan tidak bisa dikecualikan," ujarnya.
Secara keseluruhan Tauhid mengingatkan, pemberlakuan PPN terhadap sembako dan sektor pendidikan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Upaya reformasi perpajakan dapat lebih didorong melalui upaya lain seperti intensifikasi, meningkatkan kepatuhan, penegakan hukum, dan perluasan basis pajak baru.

"Ini menurut saya yang harusnya menjadi pokok dan pemerintah bisa layani lebih baik ternyata enggak bisa," tegasnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan, Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) masih perlu disiapkan dan didiskusikan.
Yustinus menyatakan RUU KUP harus didiskusikan di masa pandemi COVID-19 sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menyambut peluang setelah krisis kesehatan ini berakhir.
"Rancangan ini perlu disiapkan dan didiskusikan di saat pandemi, justru karena kita bersiap. Bukan berarti akan serta merta diterapkan di saat pandemi. Ini poin penting: timing," jelasnya dalam akun twitter resmi @prastow yang dikutip di Jakarta, dikutip Antara. (*)
Baca Juga:
Belum ada Pembahasan, Sri Mulyani Ogah Paparkan Detail Rencana Kenaikan PPN