Pementasan ‘Terbitlah Terang’ Gemakan Suara Kartini lewat Pembacaan Surat dan Gagasannya

Rabu, 23 April 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - ‘PANGGIL aku Kartini’. Kalimat itu menjadi nyawa utama dari pertunjukan Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini yang digelar di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (21/4). Pertunjukan yang terwujud dalam kolaborasi Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation ini merupakan sebuah penghormatan terhadap pemikiran, perjuangan, dan jiwa seorang Raden Ajeng Kartini, sosok yang hingga hari ini masih menjadi nyala api bagi perempuan dan bangsa Indonesia.

“Pementasan Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini ini tidak sekadar mengenang sosok Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan emansipasi, tetapi juga sebagai perempuan visioner yang meletakkan dasar kesadaran diri, kesetaraan, dan keberanian berpikir,” ujar Program Director of Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian dalam keterangan resmi yang diterima Merahputih.com.

Surat-surat yang dibacakan dalam pertunjukan ini diambil dari ?buku Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer, terbitan Lentera Dipantara (2006) dan buku Kartini: Kumpulan Surat-Surat 1899-1904 karya Wardinam Djoyonegoro, Jilid 1, terbitan Pustaka Obor (2024). Kartini menulis surat pertamanya kepada salah satu sahabat penanya, Estelle (Stella) Zeehandelaar, seorang aktivis feminisme di Belanda. Surat tersebut menjadi titik awal dari rangkaian korespondensi yang kemudian dikenal luas sebagai bentuk pemikiran awal perempuan Indonesia tentang emansipasi, pendidikan, dan keadilan sosial. Melalui surat-surat itu, Kartini tak hanya memperlihatkan kecerdasan dan kepekaan sosialnya, tetapi juga keberanian untuk menggugat struktur sosial yang timpang dan membungkam suara perempuan. Surat kepada Stella merupakan cermin dari pertemuan lintas budaya yang menghidupkan solidaritas, serta semangat zaman yang tak terbendung.

Kegundahan dan kebimbangan Kartini juga tersampaikan dengan jujur dan mendalam melalui korespondensinya dengan Tuan dan Nyonya Abendanon, pasangan yang menjadi pendukung besar perjuangan Kartini. Melalui surat-surat itu, Kartini mengungkapkan kerinduannya akan kebebasan, hasratnya untuk belajar, dan harapannya terhadap masa depan perempuan di tanah airnya.

Baca juga:

Pementasan Musikalisasi Puisi Bertajuk Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini



“Melalui surat-suratnya yang jujur dan menggugah, Kartini menunjukkan bahwa perubahan besar selalu berawal dari keberanian untuk merasakan, merenung, dan menyuarakan kebenaran yang diyakini. Ini menjadi momen penting bagi generasi muda untuk merefleksikan makna perjuangan dan melanjutkan semangat Kartini di masa sekarang,” imbuh Renitasari.

Pembacaan dilakukan dengan pendekatan yang beragam untuk menghidupkan kembali isi hati dan pikiran Raden Ajeng Kartini lewat surat-suratnya yang abadi. Pertunjukan dibuka dengan prolog Ratna Riantiarno untuk mengantarkan pementasan pembacaan Surat-surat Kartini dan gagasannya dengan melibatkan peristiwa penyusunan surat-surat Kartini secara historis. Lalu dilanjutkan dengan aksi peran Christine Hakim dan Marsha Timothy, menyuarakan gagasan Kartini tentang pentingnya kesadaran akan kemajuan pendidikan. Chelsea Islan, Cinta Laura, Luthesa, dan Bagus Ade Saputra, mengangkat pemikiran Kartini mengenai norma dan nilai sosial yang dibentuk oleh bias gender, serta fragmen tentang kebebasan dan harga diri perempuan. Sementara itu, Reza Rahadian dan Maudy Ayunda menghadirkan kritik Kartini terhadap kebijakan pemerintah yang berdampak pada perekonomian rakyat dan isu lingkungan. Epilog pementasan Terbitlah Terang ditutup narasi Happy Salma dengan begitu reflektif dan kontemporer.

"Hari ini, kita tidak hanya mengenang Kartini sebagai tokoh sejarah, tetapi juga merayakannya sebagai refleksi bagi setiap manusia, perempuan maupun laki-laki, yang terus berjuang memahami pikirannya, meresapi perasaannya, dan mengekspresikan keduanya secara jujur. Menjadi manusia berarti merdeka dalam berpikir dan utuh dalam merasa. Membaca surat-surat Kartini bukan sekadar menyelami sejarah, tetapi menapaki ruang batin seorang perempuan yang berani bermimpi dan berpikir melampaui batas-batas zamannya,” kata Pendiri Titimangsa Happy Salma.

Sutradara pementasan ini, Sri Qadariatin, mengatakan, melalui pembacaan surat-surat Kartini, penonton diajak menyelami dimensi personal seorang perempuan yang visioner, yang menulis bukan hanya sebagai bentuk ekspresi diri, tetapi juga sebagai upaya membangun kesadaran kolektif. “Kartini tidak hanya meninggalkan warisan narasi, tetapi juga semangat untuk berpikir merdeka, merasa utuh, dan bersuara jujur,” ujarnya.

Pementasan Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini ini juga merupakan bagian dari pembukaan pameran SUNTING: Jejak Perempuan Indonesia Penggerak Perubahan. Pameran SUNTING merupakan penghormatan atas peran perempuan Indonesia dalam sejarah, dengan Sunting sebagai simbol kekuatan, martabat, dan perubahan sosial. Dari penerbitan Sunting Melayu oleh Rohana Kudus hingga perjuangan RA Kartini, perempuan telah aktif menyuarakan kesetaraan dan membentuk arah bangsa melalui berbagai bidang.

Pameran ini mengajak refleksi atas kontribusi perempuan dalam membangun peradaban serta mendorong partisipasi kita dalam perjuangan menuju masa depan yang lebih setara. Pameran ini akan berlangsung pada 22 April - 31 Juli 2025 di Museum Nasional Indonesia.(*)



Baca juga:

Meriahkan Hari Kartini Aksi Para Ibu Adu Cepat Cuci Piring Secepat Kereta Whoosh

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan