Ketika Kartini Membela Buruh, Cerita dari Pekerja Ukir Jepara

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Jumat, 09 Mei 2025
Ketika Kartini Membela Buruh, Cerita dari Pekerja Ukir Jepara

Kartini, berdiri di kanan, enggak hanya pejuang emansipasi perempuan dan pendidikan, tapi juga pembela nasib para buruh seni ukir kayu Jepara. (Foto: Universiteit Leiden)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Bukan kebetulan jika perayaan Hari Kartini tiap 21 April dan Hari Buruh saban 1 Mei berdekatan. Adakah hubungan Kartini dan gerakan buruh?

Kalau dilihat sekilas, mungkin enggak ada.

Kartini dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan, sementara Hari Buruh identik dengan perjuangan para pekerja menuntut upah dan keadilan kerja.

Tapi kalau kita lihat lebih dekat, ternyata Kartini enggak cuma peduli soal sekolah dan hak perempuan.

Kartini juga turun tangan memperbaiki nasib para pengrajin kayu Jepara—pekerja yang hidupnya jauh dari kata sejahtera. Di situlah titik temu antara semangat Kartini dan nilai-nilai perjuangan buruh.

Jadi, meskipun Kartini bukan buruh dan enggak pernah ikut demo, gagasan dan tindakannya punya makna besar bagi dunia kerja.

Dalam surat-surat kepada sahabatnya yang diterbitkan dan dibukukan dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) pada 1911, Kartini mengkritik dan menentang adat-istiadat bangsawan feodal Jawa yang mengekang potensi perempuan buat berkembang.

Kartini, yang lahir dan tumbuh di keluarga bangsawan Jawa, mendukung pendidikan yang luas bagi perempuan di Hindia Belanda. Ia percaya pendidikan sebagai jalan buat memperbaiki kedudukan perempuan.

"Didiklah perempuan Jawa, cerdaskan menurut perasaan dan pikiran," tulis Kartini dalam suratnya kepada sahabat Belandanya, Nyonya N van Kol, Agustus 1901.

"Dan tuan sekalian, sebagai pencinta pulau Jawa, akan mendapat teman bekerja yang tangkas dan cakap untuk melaksanakan kerja raksasa tuan yang mulia dan indah, yaitu membuat suatu banga beradab, cerdas dan bangkit."

Menurut Kartini, pendidikan dapat menyediakan bekal cara berpikir dan keterampilan yang dibutuhkan oleh manusia, termasuk perempuan, buat memenuhi tujuan dan kebutuhan hidupnya.

Selain perbaikan nasib perempuan, Kartini sebenarnya juga punya perhatian pada makna dan tujuan kerja.

Kartini memikirkan dan berjuang memperbaiki nasib para pekerja ukir kayu Jepara, tanah kelahirannya, lewat tulisan dan aksi nyatanya sepanjang awal abad ke-20.

"Bahwa maksud kami ialah memakmurkan mereka sendiri. Mereka maklum akan keuntungannya sendiri, dan mereka menghargai usaha kami dengan membantu secara gembira dan rajin," cerita Kartini melalui suratnya kepada Nyonya R.M Abendanon Mandri, 9 Maret 1903.

Dari sini, mulai kelihatan bahwa sebenarnya Kartini punya hubungan dengan gerakan buruh.

Gerakan buruh di Hindia Belanda mulai tumbuh awal abad ke-20, ditandai dengan munculnya serikat pekerja yang memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh industri dan perkebunan.

Kartini memang enggak aktif dalam organisasi semacam itu, tapi visinya tentang kerja layak dan kehidupan yang manusiawi sejalan dengan nilai-nilai gerakan ini.

Salah satu tujuan gerakan buruh adalah memperjuangkan kesejahteraan para buruh. Dan Kartini ingin pekerja-pekerja ukir kayu di Jepara hidup lebih makmur.

Ada titik perjumpaan antara Kartini dan gerakan buruh. Supaya terlihat lebih jelas lagi hubungan keduanya, simak cerita bagaimana upaya Kartini memperbaiki nasib pekerja ukir kayu Jepara.

Baca juga:

Refleksi Hari Kartini: Masih Banyak Persoalan Tentang Kaum Perempuan

Pribadi Kartini

Sebagai seorang anak bupati, Kartini punya hak istimewa (privileges) yang tak dipunya dari anak-anak jelata dan sesama anak dari keluarga bangsawan.

Kartini bisa beroleh pendidikan Eropa, berikut pelajaran berbahasa Belanda, di sekolah khusus orang Eropa dan bangsawan anak negeri (warga lokal) atas izin dari ayahnya, Raden Ario Sosrodiningrat.

"Tindakannya cukup berani untuk zamannya," sebut Haryati Soebadio dan dan Saparinah Sadli dalam Kartini Pribadi Mandiri.

Kala itu, alam pikir dan adat-istiadat bangsawan Jawa masih menganggap perempuan enggak perlu amat beroleh pendidikan.

Ayah Kartini, Bupati Jepara
Raden Ario Sosrodiningrat (duduk di tengah), ayah Kartini, termasuk bangsawan yang progresif dan mendukung pendidikan orang lokal. (Foto: Universiteit Leiden)

Namun Raden Ario Sosrodiningrat berbeda. Ia sendiri dulunya pernah mendapatkan pendidikan Eropa lewat ikhtiar ayahnya, Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak, mendatangkan guru untuk anak-anaknya.

Jadi, tradisi pendidikan Barat ini bersambung hingga ke cucu Tjondronegoro, yaitu Kartini.

Kartini bersekolah selama enam tahun. Masa ini adalah masa paling membahagiakan baginya. Melalui sekolah, ia mengetahui banyak hal baru, perjuangan perempuan India bernama Pandita Ramabai.

Namun, pada usia 12 tahun (1891), Kartini harus berhenti sekolah karena adat-istiadat kaum bangsawan Jawa ketika itu belum lazim membolehkan anak perempuan remaja meneruskan sekolah.

Sudah waktunya Kartini bersiap diri masuk fase baru alias menikah. Masa ini disebut masa pingit (dikurung) buat menunggu dikawinkan dengan seorang lelaki yang belum tentu ia cintai.

Kartini sedih menerima kenyataan ini. "Saya harus masuk 'kotak', saya dikurung di dalam rumah, sama sekali terasing dari dunia luar," kata Kartini dalam suratnya kepada sahabatnya, E.H. Zeehandelaar, 25 Mei 1899.

Dunianya kini hanya sebatas kamar dan rumahnya saja. Padahal ia masih sekali ingin menjelajahi hal-hal baru.

Kartini berharap ia bisa sekolah lagi, tapi ayahnya ternyata tetap enggak bisa menerabas semua kebiasaan kolot komunitasnya.

Sebagai gantinya, ayah Kartini memperkenalkan orang-orang Belanda yang mau bersuratan dengannya sekaligus menyediakan guru ke rumah. Ia juga memberikan segala macam bahan bacaan buat putrinya yang rakus membaca itu.

"Ia membaca semuanya yang tertangkap oleh bola matanya. Ia melahap semua bacaan, bercampur antara yang baik dan buruk," kenang Kartini menggambarkan dirinya sendiri dalam suratnya kepada R.M. Abendanon, Agustus 1900.

Dari bacaan itu, Kartini mengenal dunia yang lebih luas daripada rumahnya dan Jepara.

Baca juga:

Lewat Sastra Meraih Pengakuan bagi Kartini

Masa Pingit Berakhir, Kartini Kenal Kayu Ukir

Setelah empat tahun dalam 'penjara', Kartini mendapat kebebasannya. Ia boleh melihat dunia luar atas izin ayahnya.

"Enam bulan kemudian diiznkan pula keluar sekali lagi kemudian dipingit lagi tetapi baru dalam tahun 1898 diberi kemerdekaan dengan officieel bahkan diizinkan turut bepergian ke luar tempat tinggalnya," urai Armijn Pane dalam pengantar Habis Gelap Terbitlah Terang.

Selama menikmati masa kebebasan itu, Kartini mengunjungi banyak tempat di Jepara dan sekitarnya. Ia juga ikut perjalanan kedinasan ayahnya ke Semaran.

Kartini mengobrol langsung dengan masyarakat, mulai mengenal mereka, dan melihat masalah yang melingkupinya.

Kayu ukir Jepara 1902
Kotak-kotak kayu dan sebuah lukisan bergambar angsa yang dibuat oleh Kartini. (Foto: Universiteit Leiden)

Kartini melakukan aktivitasnya bersama dua adiknya: Kardinah dan Roekmini. Mereka bertiga mendiskusikan problem-problem keseharian masyarakat yang mereka temui.

Sebenarnya, sebelum turun ke lapangan, Kartini telah mengetahui keadaan masyarakatnya lewat koran dan bacaan novel Max Havelaar karya Multatuli atau Eduard Douwes Dekker, asisten residen di Lebak, Banten.

Namun, kini Kartini menggauli masyarakat secara langsung, menambah tajam analisisnya. Ia pun jadi tahu bahwa Jepara ternyata punya seni ukir yang indah, tapi nasib pekerjanya belum sejahtera.

"Kartini sangat tertarik dengan semua usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitarnya, mulai dari kehidupan petani, nelayan, dan pengrajin yang masih miskin," sebut Martha Deviana Putri dalam Gagasan Kartini Memajukan Seni Ukir Jepara dalam Surat-Surat Kartini 1901-1903.

Kartini mengagumi hasil karya pekerja seni ukir daerahnya. Ia enggak habis pikir kok bisa-bisanya pekerja itu membuat karya seni yang indah dengan teknik dan alat yang sederhana.

"'Hai Pak, dari manakah segala keindahan itu Bapak ambil?' Sejenak mata yang memandang ke bawah itu diangkat memendang kepada kami, senyum kemalu-maluan menghias bibirnya dan dengan sederhana ia menjawa: 'Dari hati saya, Bendoro'," cerita Kartini setelah mengunjungi pekerja seni ukir Jepara dalam suratnya kepada Nyonya N. van Kol, 20 Agustus 1902.

Kartini kepikiran buat mencari solusi atas masalah pekerja seni ukir Jepara: karya indah, tapi bayaran atau pendapatannya rendah.

Karena itulah, Kartini ingin memperkenalkan karya para pekerja seni ukir Jepara kepada dunia yang lebih luas. Ia juga berniat membantu penjualan karya tersebut.

Lewat suratnya kepada para sahabat, Kartini menonjolkan bagaimana hasil karya para pengrajin seni ukir Jepara. Kadang kala, ia memberikan hadiah berupa hasil kerajinan Jepara seperti bingkai kayu atau hiasan dinding kepada sahabatnya.

Selain itu, Kartini mengirim artikelnya tentang seni ukir Jepara ke media. "Usaha publikasi ini antara lain berupa prosa yang berjudul Van ee Vergete Uithoekje atau Pojok yang Dilupakan," urai Tashadi dalam RA Kartini.

Dari sinilah, khalayak mulai tertarik dengan seni ukir Jepara. Mereka kaget ada karya seni tinggi yang berasal dari tempat antah-berantah dan dikerjakan dengan cara sederhana.

Mereka menyukai karya itu dan memberinya harga yang pantas.

Pesanan pun berdatangan ke Jepara. Meja, kursi pengantin, dan tempat tidur.

Baca juga:

Kenapa Kita Halalbihalal sepanjang Bulan Syawal? Ini Asal-Usul dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui


Kartini dan Pandangan tentang Kerja


Semula pesanan itu dikerjakan 12 orang saja. Lama-kelamaan, pesanan itu mesti dikerjakan oleh lebih banyak orang. Setidaknya 50 orang.

Karena itu, Kartini mulai mengorganisasi mereka agar bekerja lebih efisien. Ia bahkan menyediakan halaman rumahnya buat para pekerja seni ukir. Ia juga menunjuk seorang yang paling pandai mengukir sebagai pemimpin. Namanya Pak Singo.

Hasilnya moncer. Semua karya itu laris manis. "Sangat laku dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan penjualan di Jepara," terang Martha Deviana Putri.

Setelah memotong biaya pengiriman dan bahan baku, Kartini memberikan semua uang hasil penjualan kepada para pekerja. Dari sini, pekerja bisa memperbaiki taraf hidupnya.

kardinah, kartini dan roekmini di semarang, agustus 1900
Kartini (tengah) bersama dua saudarinya, Kardinah dan Roekmini, saling membantu. (Foto: Universiteit Leiden)

"Hal ini dapat terlihat dari perubahan rumah-rumah mereka yang terbut dari bambu beratap daun nipah, perlahan menjadi lenyap digantikan oleh rumah-rumah kayu dan batu," urai Martha.

Kartini merasa puas bisa berbuat untuk para pekerja seni ukir itu. Ia yakin hari depan seniman Jepara terjamin.

Meski beroleh banyak hasil, Kartini enggan ngoyo atau memaksa para pekerja bekerja melebihi kemampuannya. Ia sendiri pernah merasakan enggak enaknya bekerja di luar batas.

"Acap kali sampai larut malam saya bekerja, dan itu tidak baik bagi saya. Dengan demikian saya akan menyia-nyiakan usaha untuk mencapai tujuan saya," kenang Kartini dalam suratnya kepada Stella, 15 Agustus 1902.

Kartini sadar tubuh punya batas. Ada waktunya bekerja, ada pula saatnya beristirahat. Ia giat bekerja, tapi bukan berarti tak punya hak untuk sekadar rebahan. Kebijaksanaan mengenali batas tubuh dan kerja adalah kunci Kartini bekerja secara lebih efektif dan efisien.

"Karena itu sekarang saya berusaha mengurangi bekerja keras dan hidup bijaksana," lanjut Kartini.

Sejak menjadi istri Bupati Rembang pada November 1903, lalu harus tinggal di Rembang, Kartini menerapkan pembagian waktu dan perannya secara jitu. Ia tahu kapan waktunya menjadi istri, kapan harus mengabdi pada masyarakat, dan kapan saatnya menghargai dirinya sendiri.

Meski sudah pindah ke Rembang, Kartini tak putus hubungan dengan para pekerja seni ukir di Jepara. Ia bahkan ingin membuat bengkel dan industri ukir kayu di Rembang.

Suami Kartini pun mendukung kerja-kerja Kartini buat masyarakat. Terutama keinginan mendatangkan para pekerja seni ukir kayu dari Jepara ke Rembang.

"Pikiran akan mendatangkan pengukir kayu dari Jepara, bekerja di sini, sangatlah disetujui oleh suami saya, akan dibantunya saya dengan sekuat-kuatnya, seperti dengan semua hal lain-lain yang sangat saya inginkan mengerjakannya," kata Kartini dalam suratnya, 16 Desemer 1903.

Namun, angan-angan Kartini enggak sempat terlaksana. Ia wafat pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan anak pertamanya.

Hayat Kartini hanya 25 tahun, namun amal baiknya pada pekerja terus terekam jauh melebihi usianya.

Kartini dan suaminya, Raden Adipati Djojoadiningrat
Kartini dan suaminya, Raden Adipati Djojoadiningrat, yang menjabat Bupati Rembang. (Foto: Universiteit Leiden)

Kartini telah menjadi sumber inspirasi perjuangan para buruh mewujudkan cita-cita dasarnya: hidup yang makmur dan sejahtera.

Itulah pengaruh dan sumbangsih Kartini pada buruh dan gerakannya.

Lebih dari seabad setelah wafatnya, semangat Kartini untuk kerja yang manusiawi dan hidup yang bermartabat masih relevan.

Bagi generasi muda, mengenang Kartini bukan sekadar memakai kebaya, tapi juga meneruskan semangat perjuangannya demi masyarakat yang adil dan sejahtera. (dru)

Baca juga:

Cerita Keakraban Dua Penyanyi Legendaris Indonesia, Titiek Puspa dan Bing Slamet: Dari Idola Jadi Sahabat

#Sejarah #Kartini #Buruh
Bagikan
Ditulis Oleh

Hendaru Tri Hanggoro

Berkarier sebagai jurnalis sejak 2010 dan bertungkus-lumus dengan tema budaya populer, sejarah Indonesia, serta gaya hidup. Menekuni jurnalisme naratif, in-depth, dan feature. Menjadi narasumber di beberapa seminar kesejarahan dan pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan lembaga pemerintah dan swasta.

Berita Terkait

Lifestyle
6 Oktober Memperingati Hari Apa? Simak Deretan Sejarahnya!
Tanggal 6 Oktober diperingati sebagai Hari Cerebral Palsy Sedunia, Hari Senyum Sedunia, Hari Mie Nasional, dan Hari Musik Anak. Simak sejarah, makna, dan fakta menariknya di sini.
ImanK - Minggu, 05 Oktober 2025
6 Oktober Memperingati Hari Apa? Simak Deretan Sejarahnya!
Lifestyle
5 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Sejarah, Makna, dan Fakta Lengkapnya
5 Oktober diperingati sebagai Hari TNI, Hari Guru Sedunia, serta beberapa peristiwa penting dunia. Berikut sejarah dan makna lengkapnya.
ImanK - Sabtu, 04 Oktober 2025
5 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Sejarah, Makna, dan Fakta Lengkapnya
Lifestyle
1 Oktober Memperingati Hari Apa? Dari Hari Kesaktian Pancasila hingga Tragedi Kanjuruhan
Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Simak sejarahnya, perbedaan dengan Hari Lahir Pancasila, serta fakta menarik yang jarang diketahui!
ImanK - Selasa, 30 September 2025
1 Oktober Memperingati Hari Apa? Dari Hari Kesaktian Pancasila hingga Tragedi Kanjuruhan
Berita Foto
Audiensi Pimpinan DPR dengan Serikat Pekerja Buruh Bahas Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah), Saan Mustopa (kiri) dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini (kanan) memimpin rapat audiensi dengan serikat pekerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 30 September 2025
Audiensi Pimpinan DPR dengan Serikat Pekerja Buruh Bahas Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan
Indonesia
Susun UU Ketenagakerjaan Baru, DPR Janji Libatkan Buruh
DPR akan membuat undang-undang baru tenaga kerja sesuai dengan putusan MK
Wisnu Cipto - Selasa, 30 September 2025
Susun UU Ketenagakerjaan Baru, DPR Janji Libatkan Buruh
Indonesia
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh
Petinggi Partai Buruh Said Salahudin menjelaskan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 memerintahkan agar adanya pembentukan UU baru tentang Ketenagakerjaan, bukan revisi terhadap UU yang lama.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 30 September 2025
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh
Lifestyle
30 September Memperingati Hari Apa? Ada G30S/PKI hingga Momen Penting Dunia
30 September diperingati sebagai Hari G30S/PKI, Hari Podcast Internasional, dan Hari Penerjemah Sedunia. Simak sejarah dan makna penting di balik peristiwa ini.
ImanK - Senin, 29 September 2025
30 September Memperingati Hari Apa? Ada G30S/PKI hingga Momen Penting Dunia
Lifestyle
29 September Diperingati Hari Apa? Ini Daftar Lengkap dengan Fakta Sejarahnya
29 September Memperingati Hari Apa: 1. Hari Sarjana Nasional, 2. Hari Jantung Sedunia, 3. Hari Kopi Nasional, selengkapnya
ImanK - Minggu, 28 September 2025
29 September Diperingati Hari Apa? Ini Daftar Lengkap dengan Fakta Sejarahnya
Lifestyle
27 September Memperingati Hari Apa? Lengan dengan Sejarah dan Fakta Menarik
27 September memperingati hari apa? Tentu momen ini menjadi penting dengan beragam peristiwa, peringatan, dan sejarah yang layak diketahui
ImanK - Jumat, 26 September 2025
27 September Memperingati Hari Apa? Lengan dengan Sejarah dan Fakta Menarik
Lifestyle
25 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peristiwa Penting dan Fakta Menariknya
25 September Memperingati Hari Apa: 1. Hari Jadi Kota Bandung, 2. Hari Raya Galungan, 3. National Comic Book Day, 4. Hari Ataksia Internasional, selengkapnya
ImanK - Rabu, 24 September 2025
25 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peristiwa Penting dan Fakta Menariknya
Bagikan