Pakar Ungkap Dua Kunci Kerentanan Anak di Ruang Digital yang Bisa Dimanfaatkan Jaringan Terorisme
Selasa, 25 November 2025 -
Merahputih.com - Pakar komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Suciati, mengungkapkan adanya modus baru yang berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk merekrut anak-anak. Modus tersebut memanfaatkan interaktivitas yang ditawarkan oleh game online (gim daring).
Prof. Suciati menjelaskan bahwa ideologi radikalisme dan terorisme kini dapat disebarkan melalui media digital. Metode brainwash atau pencucian otak yang sebelumnya dilakukan secara luring (offline), kini telah beralih sepenuhnya ke ranah daring (online).
"Ideologi dan radikalisme atau terorisme itu ternyata juga bisa dipoles melalui media digital. Jadi, pencucian atau brainwash yang dulunya offline sekarang bisa online," ujar Suciati, Selasa (25/11).
Baca juga:
Komdigi Sudah Punya Unit Kerja Khusus Jika Prabowo Jadi Batasi PUBG dkk
Pintu Masuk Perekrutan: Kecanduan dan Kerentanan Keluarga
Guru Besar Ilmu Komunikasi UMY ini menambahkan bahwa penyusupan ideologi sangat mungkin terjadi karena sifat teknologi digital yang interaktif, tidak terbatas ruang dan waktu, serta memfasilitasi komunikasi dua arah.
Perubahan peta komunikasi ini membuka peluang bagi aktivitas yang sebelumnya hanya mungkin dilakukan secara tatap muka.
Prof. Suciati menyoroti bahwa pola pemanfaatan ruang digital oleh kelompok teroris sangat berkaitan erat dengan kondisi kerentanan pada anak pengguna gim daring.
Dia menyebut ada dua faktor utama yang menjadi titik lemah bagi para pelaku untuk masuk yakni kecanduan gim dan latar belakang keluarga yang tidak harmonis (broken home).
Anak yang sudah mengalami kecanduan gim atau media sosial akan kehilangan kemampuan mengendalikan perilakunya, sehingga seluruh fokus hidupnya tertuju pada aktivitas digital.
Kondisi ini, ditambah dengan situasi keluarga yang kurang harmonis atau minim perhatian, membuat anak lebih mudah dipengaruhi oleh pihak luar yang mereka temui secara virtual.
"Saya melihat perekrutan teroris itu ada dua hal yang menjadi kata kunci, yaitu kecanduan dan broken home," tegasnya.
Proses Penggiringan ke Platform Khusus
Proses perekrutan seringkali dimulai dari aktivitas permainan yang terkesan normal. Namun, seiring waktu, anak yang kecanduan akan diarahkan ke ruang digital yang lebih eksklusif dan tertutup.
"Awalnya mungkin biasa-biasa saja, main gim dan sebagainya. Nah, kemudian karena kecanduan mereka akan digiring ke platform khusus," ujar Guru Besar UMY itu.
Baca juga:
Buntut Ledakan SMAN 72, Gubernur DKI Pramono Dukung Presiden Prabowo Batasi Gim PUBG
Dalam situasi kerentanan ini, pendekatan yang dilakukan kelompok radikal makin mudah diterima karena anak sedang berada dalam fase pencarian jati diri. Kecanduan membuat mereka sulit menghentikan aktivitas digital, sementara kebutuhan afeksi dan penerimaan diri yang tidak terpenuhi di keluarga beralih dicari di ruang virtual.
"Kalau belum masuk ke kecanduan, itu masih bisa dikontrol. Tetapi ketika sudah kecanduan anak-anak sudah tidak bisa dikontrol lagi. Artinya, segala sesuatu hidupnya itu untuk bermedsos, untuk bermain gim," tutupnya.