Inilah Biaya yang Bakal Membebani Perpindahan Ibu Kota

Rabu, 19 Juli 2017 - Yohannes Abimanyu

MerahPutih - Pakar tata kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna menyoroti tentang rencana perpindahan ibu kota dari Jakarta ke daerah lain. Dia pun berharap rencana tersebut tidak menambah beban biaya perjalanan dinas pejabat negara yang datang atau pergi ke kota baru tersebut.

"Selama ini masih Jakarta sentris. Semua datang ke Jakarta. Jangan sampai ketika ibu kita dipindah, justru menambah beban biaya perjalanan dinas," kata Yayat dihubungi di Jakarta, Rabu (19/7).

Yayat menilai, isu yang lebih penting dari wacana pemindahan ibu kota sebenarnya adalah pemerataan pembangunan. Pembangunan ibu kota baru akan menjadi visi pembangunan di masa depan.

Sebab, dengan pemindahan ibu kota, maka yang dipindah tidak hanya Istana Presiden, tetapi juga kementerian dan lembaga negara lain. Misalnya legislatif dan yudikatif. Mereka harus juga harus ikut pindah. Nah, perpindahan besar-besaran itulah yang nantinya bakal menambah bekal biaya perjalanan.

"Adakah yang bisa membuat perhatian publik keluar dari Jawa selain wacana pemindahan ibu kota? Saat ini, Presiden Joko Widodo tinggal di Istana Bogor saja tidak ada yang mau pindah," tuturnya.

Karena itu, Yayat mengatakan ibu kota baru yang akan dibangun harus memiliki akses dan mudah dijangkau sehingga tidak akan membuat biaya perjalanan dinas pejabat negara membengkak.

"Bukan berarti posisinya harus di tengah Indonesia. Yang penting mudah diakses dan dijangkau. Selama ini Jakarta kan sudah memiliki jaringan dan koneksi transportasi yang sudah terbangun," katanya. (*)

Sumber: Antara


Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan