Pakar Hukum Nilai KPK Penting Periksa Puan dalam Kasus e-KTP

Senin, 05 Februari 2018 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai penting bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa siapa saja yang dianggap relevan, termasuk Puan Maharani dalam kasus dugaan korupsi e-KTP bila nantinya dibutuhkan keterangannya oleh penyidik.

Mengingat, ketika proyek e-KTP bergulir, Puan menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan. Selain itu, dalam dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto PDIP disebut kebagian jatah dari proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menguatkan agar KPK memeriksa Puan dalam kasus ini. Pertama, KPK sudah memeriksa sejumlah kader dan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDIP. Namun mereka membantah pernah menerima "uang panas" dari proyek e-KTP.

"Saya kira memang yang perlu dicek apakah keterangan itu miliki pijakan fakta apa tidak. Nah, untuk memastikan pijakan fakta itu atau tidak menurut saya harus dicek apa pada waktu itu anggota fraksi terlibat dalam pembahasan itu melapor kepada Ketua Fraksi apa tidak," kata Margarito, kepada wartawan, Senin (5/2).

"Untuk sampai fakta itu KPK memang harus mengecek ke orang-orang yang terlibat pembahasan itu apa mereka memberitahu atau membicarakannya ke Ketua Fraksi atau tidak. Andai kata ada pembicaraan itu, ketua fraksi harus dipanggil. Nah, itu yang pertama," sambungnya.

Selain merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun, korupsi proyek e-KTP juga berimbas kepada masyarakat luas yang hingga kini belum memiliki kartu identitas. Karena itu, Margarito meminta KPK memaksimalkan kinerjanya dengan memintai keterangan dari para ketua fraksi ketika itu.

"Kedua, mengingat kasus ini sudah begitu luas, maka saya kira ada alasan memanggil Fraksi PDIP waktu itu (Puan Maharani), saya kira iya meminta keterangan bagaimana kondisi pembahasan e-KTP saat itu. Saya kira masuk akal (Puan Maharani) buat dipanggil," ‎tandasnya.

Menurut Margarito, pentingnya KPK memintai keterangan Puan supaya penanganan kasus korupsi yang diduga melibatkan sejumlah "nama besar" ini bisa segera terbongkar.

"Saya kira bukan soal tebang pilih (saja), tetapi supaya penanganan kasus ini komprehensif. Beralasan memanggil semua orang yang memegang otoritas memberi arahan ke anggotanya. Beralasan buat diminta keterangan," pungkasnya.

Diketahui, sejak awal pengusutan e-KTP KPK tak pernah sekali pun meminta keterangan dari mantan Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani. Padahal mantan ketua fraksi lain, seperti Anas Urbaningrum, Jafar Hapsah dari Demokrat, serta Setya Novanto dari Partai Golkar telah berkali-kali diperiksa lembaga antirasuah itu dalam skandal proyek e-KTP.

Sebelumnya, dalam keterangannya, mantan Ketua Komisi II DPR Chaeruman Harahap mengatakan bahwa apa pun di komisi dikoordinasikan kepada Ketua Fraksi. Termasuk e-KTP, kata Chaeruman.

Karena itu, kata Chaeruman, setiap perkembangan proyek e-KTP selalu ia dikabarkan ke Ketua Fraksi Golkar saat itu, Setya Novanto. Begitu juga dengan Fraksi Demokrat, sebagaimana dibeberkan Nazarudidn.

"Kami melaporkan perkembangannya (proyek e-KTP) ini bagaimana-bagaimana, sudah sejauh apa. Itu dilaporkan (ke Ketua Fraksi)," kata Chaeruman ketika bersaksi untuk Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/2).

Namun anehnya, meskipun empat kader PDIP ketika itu yakni Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, Yasonna H Laoly, dan Olly Dondokambey, bahkan PDIP secara partai disebutkan turut diperkaya oleh proyek e-KTP, tapi sekalipun KPK tak pernah meminta klarifikasi kepada Puan Maharani.

Diketahui, dalam dakwaan Jaksa KPK terhadap Irman dan Sugiharto, disebutkan ada dugaan Rp 150 miliar mengalir ke Golkar, Rp 150 miliar ke Demokrat, dan Rp 80 miliar ke PDIP dalam proyek e-KTP. Adapun partai-partai lain turut diperkaya senilai Rp 80 miliar, dari proyek tersebut. (Pon)

Baca juga berita lainnya terkait korupsi e-KTP dalam artikel: Sidang Praperadilan Fredrich Yunadi, Setya Novanto: Ikuti Saja Prosesnya

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan