Menguak Tradisi 'Sapi-Sapian' Satu Suro Masyarakat Kenjo Banyuwangi

Selasa, 11 September 2018 - Zaimul Haq Elfan Habib

PADA akhir abad ke-17, tiga pelancong Bugis berlabuh di ujung paling Timur pulau Jawa. Mereka berjalan sedikit meninggalkan pesisir guna mencari tanah subur untuk digarap menjadi lahan pertanian.

Tak begitu jauh dari bibir pantai, ketiga pria itu berhenti dan merambah semak belukar guna melaksanakan niat bercocok tanam. Namun, setelah lahan berhasil dibabat mereka baru menyadari daerah tersebut tak memiliki sumber air layak. Para pria Bugis itu pun berpindah mencari lahan baru.

Melaju jauh meninggalkan pesisir pantai, para pria tersebut menemukan sumber air baru. Tak pikir panjang, ketigannya langsung beraksi membuka lahan dan membuat persawahan. Desa tersebut sekarang dinamai Kenjo.

Ilustrasi petani Bugis di Desa Konjo Banyuwangi. (Foto/Herri-solo.blogspot.com)
Ilustrasi petani Bugis di Desa Konjo Banyuwangi. (Foto/Herri-solo.blogspot.com)

Ketiganya menggarap sawah murni menggunakan tenaga sendiri, tanpa bantuan hewan ternak untuk menggarap ladang.

"Para pemuda itu mengerjakannya dengan cara yang unik. Dua orang dari mereka memerankan peran sapi untuk menarik bajak dan yang satunya lagi bertugas memegangkan bajak," kata Busairi Wakil Ketua Adat, desa Kenjo seperti dikutip Kompas.

Merasa lelah dengan motode kerja seperti itu, ketiga pemuda tersebut memutuskan untuk mencari hewan ternak yang dapat membatu meringankan kerja mereka. Dalam pencariannya, mereka menemukan Sapi. "Karena hal itulah masyarakat sini kebanyakan menggunakan sapi untuk membajak, bukan menggunakan Kerbau," jelasnya.

Berangkat dari kisah inilah masyarakat Kenjo menciptakan sebuah tradisi unik. Mereka menamainnya 'Sapi-Sapian'. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun, tepat pada tanggal 1 Muharram atau tahun baru Hijiriah. Masyarakat Jawa mengenalnya dengan tanggal satu Suro.

Tradisi 'Sapi-Sapian' ini merupakan sebuah ritual Ider Bumi atau mengelilingi desa dengan berdandan ala seekor sapi sambil membawa kendi Jajang (Tempat minum dari bambu).

Sapi-Sapian diarak beramai-ramai warga yang berdandan layaknya petani akan memanen hasil sawah dengan sejumlah peralatan pertanian seperti cangkul, sabit, bajak dan lainnya.

"Arak-arakan itu diawali dari batas desa hingga ke ujung desa dengan jarak 4 kilometer dan tradisi itu digelar setiap 1 Muharam yang merupakan wujud ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahan yang diterima warga Desa Kenjo," Busairi seperti dikutip dari Antara. (*)

Baca Juga: Sejarah Asal Mula Orang Osing Banyuwangi

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan