Massa KRMP Minta Anies Cabut Pergub 207/2016
Kamis, 24 Februari 2022 -
MerahPutih.com - Puluhan warga yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) menggeruduk kantor Gubernur Anies Baswedan di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (24/2).
Kedatangan mereka menuntut Anies untuk mencabut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Sebab KRMP menilai, pergub di masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersebut memberikan legitimasi kepada Pemprov DKI untuk dapat terus melakukan penggusuran tanpa proses yang layak dan telah melanggar asas keadilan. Karena aturan itu tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk menguji hak kepemilikannya atas tanah.
Baca Juga:
Anies dan Mendag Internasional Inggris Bahas Tantangan Iklim dan Transportasi
KRMP mencatat, ada beberapa permasalahan yang timbul akibat Pergub 207/2016 ini. Pertama, mayoritas penggusuran dilakukan tanpa musyawarah dengan penggunaan aparat tidak berwenang seperti TNI, adanya intimidasi dan kekerasan, pembangkangan terhadap upaya hukum, hingga pelanggaran terhadap masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah.
"Hal ini tidak hanya berimbas hilangnya hunian, penggusuran, juga mengancam keselamatan jiwa, kesehatan serta hilangnya akses terhadap makanan, pendidikan, perawatan kesehatan bahkan pekerjaan dan peluang mencari mata pencaharian lainnya," tulisnya.
Kedua, adanya konflik lahan dengan pihak korporasi dan pemerintah yang memiliki akses luas terhadap hukum, berhadapan dengan masyarakat miskin kota yang termarjinalkan. Pola-pola yang dapat dilihat pada beberapa kasus seperti di Pancoran Buntu II, Gang Lengkong Cilincing, Muara Angke, Kapuk Poglar, Kebun Sayur, Tanah Merah, dan masih banyak lagi.
"Warga diancam atau digusur secara paksa dengan dasar terbitnya sertifikat atas nama korporasi dan/atau sekadar dimasukkan sebagai aset badan pemerintah secara sepihak," sambungnya.
Baca Juga:
Minta Anies Normalisasi Sungai, Ketua DPRD Singgung Formula E Perintah Perda
Menurutnya, tindakan tersebut dirasa tidak adil karena menghilangkan eksistensi warga yang telah tinggal bertahun-tahun di wilayah tersebut. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa Pergub DKI 207/2016 berimplikasi pada semakin tajamnya ketimpangan struktur kepemilikan tanah di Jakarta.
"Dalam implementasinya, alih-alih melakukan inventarisasi, evaluasi, dan penertiban aset korporasi yang ditelantarkan, pemerintah justru menitikberatkan penertiban kepada masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap hak atas tanahnya," ucapnya.
Sehingga menjadi jelas Pergub DKI 207/2016 ini berlawanan dengan Undang-Undang Pokok Agraria dan semangat Reforma Agraria.
Pergub DKI 207/2016 ini pula menjadi bentuk penggunaan kekuasaan dalam penyelesaian konflik alih-alih menempuh prosedur hukum dan hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat bahwa peraturan tersebut tidak mensyaratkan adanya musyawarah yang berimbang dan prosedur-prosedur lain sesuai ketentuan Komentar Umum No 7 Kovenan Hak Ekosob.
Bahkan, peraturan tersebut tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk dapat menguji hak kepemilikan tanah melalui forum pengadilan, padahal ketentuan hukum perdata di Indonesia mensyaratkan hal tersebut harus dilakukan dalam penyelesaian sengketa lahan.
Pergub DKI 207/2016 juga dinilai telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di antaranya UU TNI karena berpotensi untuk mengerahkan anggota personel TNI dalam penggusuran.
Lalu Pergub DKI 207/2016 juga telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, sebab
tidak adanya kepastian hukum dalam proses pembuktian kepemilikan dalam hal terjadi sengketa tanah, terlanggarnya asas kemanfaatan karena melegitimasi penggusuran paksa dan membuka ruang bagi penggunaan kekerasan oleh aparat maupun pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan dan kewenangan. (Asp)
Baca Juga:
Ketua DPRD DKI Minta Anies Pantau Kenaikan Harga Kedelai