Manajemen Risiko Infeksi Kurangi Risiko Infeksi di Ruang Operasi

Senin, 27 Agustus 2018 - P Suryo R

SURGICAL Site Infections (SSI), adalah infeksi luka operasi yang disebabkan oleh bakteri yang masuk saat dilakukannya proses operasi yang terlihat 30 hari setelah operasi yang menyebabkan luka pada bagian tubuh manusia. Menyadari hal itu PT Johnson & Johnson Indonesia, mengampanyekan pada masyarakat khususnya tenaga ahli kesehatan mengenai pecegahannya.

Produsen kesehatan itu membuat roadshow berbasis bukti untuk yang membagi pembelajaran dan wawasan berbasis bukti. Acara yang digelar pada minggu lalu di dua tempat, Siloam Karawaci dan Double Tree Hotel by Hilton Jakarta yang diikuti oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

operasi
SSI menjadi salah satu fokus setelah operasi. (Foto: Pexels/Pixabay)

“Pentingnya pencegahan SSI sebelum menjalankan prosedur pembedahan pun menjadi hal yang sebaiknya ikut dipertimbangkan oleh tenaga ahli kesehatan. Dan berdasarkan metanalisis yang melibatkan 13 randomized controlled clinical trials (RCT) yang terdiri dari 3.568 pasien, terbukti bahwa penggunaan benang berlapis antimikroba ini dapat membantu menurunkan risiko terjadinya SSI,” Prof Charles E. Edmiston, Jr, PhD, Emeritus Professor of Surgery dari Department of Surgery, Medical College of Wisconsin Milwaukee, Wisconsin USA.

Meskipun sebenarnya dalam beberapa kasus relatif ringan, sehingga dapat langsung diobati dengan cepat. Namun, jika dibiarkan, maka akan terjadi infeksi yang dapat menyebabkan seseorang menjadi resisten terhadap antibiotik dan bahkan berujung pada kematian.

Hingga saat ini, SSI masih menjadi salah satu permasalahan dalam pelayanan kesehatan. SSI sering terjadi dalam beberapa prosedur operasi, seperti colorectal, gastrointestinal, cardiovascular, neurologic,skin, ortopedi dan prosedur transfusi.

operasi
Pentingnya pencegahan SSI sebelum menjalankan prosedur pembedahan. (Foto: Pexels/Pixabay)

“Saat ini SSI masih sering sekali terjadi di Indonesia, selama prosedur pembedahan berlangsung. Di Indonesia sendiri, persentase terjadinya SSI antara 5 – 8 %. Kesimpulannya, prevalensi healthcare-associated infections (HAI) di Indonesia sebanding dengan Negara lain. Namun, prevalensi SSI pada pasien bedah di Indonesia tinggi. Maka dari itu dibutuhkan pencegahan SSI,” jelas Dr Adianto Nugroho, SpB KBD yang merupakan salah satu pembicara dalam acara Simposium Pencegahan SSI tersebut.

Berdasarkan data WHO, di beberapa negara dengan penghasilan rendah dan menengah, terdapat sekitar 11% pasien yang terinfeksi setelah menjalani proses operasi/pembedahan. Sedangkan di Afrika, 20% wanita yang menjalani operasi Caesar mengalami infeksi luka, yang berdampak negatif terhadap kesehatan mereka sehingga kesulitan dalam merawat bayi mereka.

”Salah satu hal penting yang dapat dilakukan untuk mencegah SSI berdasarkan guidelines WHO adalah preoperative bathing, dimana pasien direkomendasikan untuk membersihkan seluruh bagian tubuh untuk mengurangi jumlah bakteri pada permukaan kulit pasien selama menjalanakan operasi, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya SSI. Selain itu, baik WHO, CDC dan ACS merekomendasikan untuk menggunakan benang berlapis antimikroba dalam beberapa jenis operasi guna mengurangi risiko terjadinya SSI. Dalam hal ini, para ahli disarankan untuk menggunakan benang yang telah dilapisi oleh triclosan sebagai salah satu prosedur operasi,” jelas Dr Hari Paraton, SpOG (K). (psr)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan