LSM Lingkungan Hidup Tuding Korporasi Terlibat dalam Kebakaran Hutan

Senin, 31 Juli 2017 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah di tanah air selalu menjadi sorotan banyak pihak. Dari mana datangnya api? Pihak manakah yang bertanggung jawab atas tragedi lingkungan hidup tersebut?

Belakangan ini, sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengajukan fakta mencengangkan terkait keterlibatan korporasi dalam tragedi kebakaran hutan.

Terbaru, Walhi dan Greenpeace menyoroti hal tersebut. Menurut kedua LSM lingkungan hidup itu, ada peran korporasi dibalik kebakaran hutan.

Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional Walhi, Fatilda Hasibuan, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (31/7), mengingatkan bahwa pada kebakaran hutan yang terjadi pada 2015, berdasarkan catatan Walhi ada sebanyak 439 perusahaan yang terlibat pembakaran di lima provinsi.

Dari ratusan perusahaan tersebut, lanjut Fatilda Hasibuan, sebanyak 308 di antaranya merupakan perusahaan yang bergerak dalam komoditas sawit.

"Selain mengajak publik untuk tidak lupa pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, Walhi juga mengingatkan komitmen pemerintah dalam penanganan karhutla," paparnya.

Menurut dia, komitmen Presiden Jokowi untuk mengkaji ulang perizinan, penegakan hukum, pemulihan dan dan pengakuan wilayah kelola rakyat, merupakan hal yang harus segera dilakukan oleh kementerian terkait sebagai pembantu presiden.

Perlu upaya penegakan hukum yang telah dilakukan dinilai masih jauh menjangkau korporasi yang terkait dengan aktivitas kebakaran hutan dan lahan gambut.

Greenpeace juga menyoroti titik api kebakaran hutan dan lahan yang kembali muncul di sejumlah daerah, yang ternyata sebagian ada yang diduga merupakan wilayah konsesi perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan.

"Ini adalah lonceng peringatan bahwa janji perlindungan hutan dan gambut tidak boleh hanya di atas kertas, namun yang terpenting adalah pelaksanaannya. Upaya mendorong bisnis daripada perlindungan hutan dari pemerintah adalah pilihan sangat buruk," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati.

Menurut dia, titik api bermunculan di lahan gambut milik konsesi perusahaan, bahkan sepertiga dari titik api pada bulan Juli diduga terjadi di wilayah moratorium yang seharusnya dilindungi.

Berdasarkan analisis dengan memakai data dan metodologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas titik api dengan tingkat kepercayaan 80 persen, telah terjadi peningkatan dua kali lipat dari 148 menjadi 283 titik api.(*)

Sumber: ANTARA

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan