Langgar SOP, 112 Dapur Makan Bergizi Gratis Ditutup BGN

Selasa, 21 Oktober 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Insiden keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) jadi sorotan. Sehingga sehingga dibutuhkan perbaikan tata kelola dari tingkat pusat ke daerah secara menyeluruh terutama untuk mencapai target penerima manfaat 82,9 juta yang diperkirakan akan tercapai pada 26 Maret 2026.

Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut sebanyak 112 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah ditutup karena melanggar standar operasional prosedur (SOP), sehingga berisiko menyebabkan insiden keamanan pangan bagi penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

"Ada 112 yang sudah ditutup per hari ini. Dari 112 itu, yang menyatakan siap dibuka lagi 13, tapi nanti kita mau cek lagi. Nah, nanti kalau yang ditutup ini kemarin bermasalah, kemudian dikasih izin lagi untuk buka, tentu dengan syarat, dia sudah punya sertifikasi yang telah ditetapkan," kata Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang ditemui usai acara satu tahun capaian Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta, Selasa.

Nanik menyebutkan, tiga sertifikasi yang harus dimiliki SPPG sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dan sertifikasi halal.

Baca juga:

Dapur Makan Bergizi Gratis Diminta Waspadai Pungutan Liar, Tidak Bayar ke Pegawai Ngaku Dari BGN

"Kemudian, sertifikasi air bersih juga harus dimiliki. Selain itu, dapurnya juga harus sesuai dengan petunjuk teknis, karena masih banyak dapur yang ruang untuk pemorsiannya itu belum pakai pendingin, dan sekarang harus berpendingin, karena kalau tidak, itu berpotensi untuk membuat makanan cepat basi," ujar dia.

Nanik mengemukakan, sebelumnya disebutkan hanya 35 dapur yang telah memiliki SLHS, itu karena dapur-dapur tersebut sebelumnya adalah rumah makan atau restoran yang memang telah berjalan dan wajib memiliki sertifikat tersebut.

"Sekarang kan jumlah SPPG ada 12.510, kalau dulu memang tidak mengharuskan SLHS," katanya.

Ia menegaskan, BGN punya standardisasi dan setelah ada kejadian keracunan, maka harus ada SLHS.

"Karena ada yang tidak menjalankan SOP, misalnya masaknya terlalu dini, kemudian ada juga yang ternyata belum mencuci ompreng pakai steamer (pemanas) dan belum disterilisasi kalau setelah dicuci," ungkapnya. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan