Kuatkan Posisi Rupiah, BI Beli Surat Berharga Negara dari Pasar Sekunder
Rabu, 19 Maret 2025 -
MerahPutih.com - Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan, Rabu (19/3) melemah sebesar 103 poin atau 0,63 persen menjadi Rp16.531 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.428 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga melemah ke level Rp16.528 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.432 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) menyampaikan strategi dan instrumen operasi moneter pro-market terus diperkuat untuk mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah serta pencapaian sasaran inflasi.
"Sebagai upaya pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan dalam negeri, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta.
Baca juga:
Kurangi Tekanan Pada Rupiah, BI Diyakini Tahan Suku Bunga
Hingga 17 Maret 2025, posisi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing tercatat sebesar Rp 892,36 triliun, USD 2,30 miliar, dan USD 320 juta
Kepemilikan nonresiden dalam SRBI per tanggal 17 Maret 2025 mencapai Rp232,41 triliun atau sebesar 26,05 persen dari total outstanding.
Implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar, sehingga memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi.
"Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat operasi moneter yang mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal pemerintah,” imbuh dia.
Selama tahun 2025 (hingga 18 Maret 2025), Bank Indonesia telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 70,74 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp 47,31 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp 23,43 triliun.
“Ke depan, berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan akan dioptimalkan guna terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter,” kata Perry.