Kerbau Bule Nyai Manis Sepuh Keraton Surakarta Mati di Kandang karena Sakit Radang Lambung

Kamis, 12 November 2020 - P Suryo R

KOLEKSI kerbau bule keturunan Kiai Slamet milik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berkurang. Kerbau bule betina bernama Nyai Manis Sepuh (35) mati di kandang Sitingkil Kidul, kompleks Alun-alun Kidul (Alkid), Rabu (11/11) pukul 07.00 WIB.

Diketahui kerbau bule merupakan kerbau yang di keramatkan Keraton Kasunanan Surakarta sebagai pusaka keraton. Kerbau bule kerap dilibatkan Raja Keraton Surakarta sejak PB I sampai PB XIII dalam acara adat keraton diantaranya kirab malam 1 Suro atau 1 Muharam.

Baca Juga:

4 Perbedaan Batik Khas Solo dan Yogyakarta, Serupa tapi Tak Sama

kerbau bule
Proses penggalian kuburan untuk kerbau bule Nyai Manis Sepuh. (Foto: MP/Ismail)

Srati atau pawang kerbau Keraton Solo, Hery Sulisyo, mengatakan, mengatakan Keraton Kasunanan Surakarta kehilangan kerbau bule setelah Nyai Manis Sepuh mati di kandang karena sakit selama lima hari. Nyai Manis Sepuh mati karena sakit radang lambung.

"Usia kerbau bule Nyai Manis Sepuh usianya paling tua diantara koleksi kerbau bule milik Keraton Surakarta," jelas Hery pada Merahputih.com, Rabu (11/11).

Ia mengatakan sebelum dinyatakan mati, pihak keraton sudah memeriksakan ke dokter. Namun, karena sakitnya parah tidak tertolong. Total kerbau bule Keraton Kasunanan Surakarta saat ini tinggal tersisa 21 kerbau yang dirawat di tiga kandang kawasan Alkid.

"Sakitnya sudah parah. Sampai setiap makan muntah kembali sampai hingga mati di kandang Rabu pagi" ungkap Hery.

Baca Juga:

Kerbau Kiai Slamet Jadi Sarana Edukasi Gratis Bagi Masyarakat

kerbau bule
Kerbau bule Nyai Manis Sepuh yang mati karena sakit radang lambung. (Foto: MP/Ismail)

Ia menambahkan sebelum dimakamkan kerbau dimandikan, diberi kafan, dan didoakan selayaknya memakamkan manusia yang meninggal duni. Pemakaman dilakukan di kandang dengan prosesi adat keraton.

"Ada ulama Keraton Kasunanan yang bertugas membacakan doa. Setelah itu dimakamkan," jelas Hery.

Kerbau dalam lingkup budaya Jawa merupakan kekuatan petani. Menurut Sudarmono, sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang dikutip dari laman inibaru.id, kehadiran kerbau dalam lingkungan keraton dianggap sebagai simbol legitimasi penguasa atas rakyatnya.

Kerbau bukan hanya sebagai penegasan kekuasaan raja saja, melainkan sebagai simbol keselamatan, kemakmuran, dan keamanan.

Konon kerbau-kerbau bule ini dapat berjalan hingga Cilacap atau Madiun tanpa dibimbing oleh pawang atau abdi dalem lainnya. Namun akan kembali lagi ke lingkungan keraton menjelang prosesi 1 Suro atau 1 Muharam. (Ismail/Jawa Tengah)

Baca Juga:

Gunung Merapi dalam Khazanah Budaya Masyarakat Jawa

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan