Kementerian LHK Beberkan Perusahaan Disanksi akibat Karhutla
Minggu, 25 Oktober 2015 -
MerahPutih Peristiwa - Selama tahun 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat, ada empat perusahaan bidang kehutanan dan perkebunan yang dikenakan sanksi administrasi hingga sanksi pencabutan izin. Perusahaan-perusahaan tersebut terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian LHK Eka Soegiri menyebutkan, empat perusahaan tersebut yaitu PT Hutani Sola Lestari (hak pengelolaan hutan/HPH), PT Tempiray Palm Resource (perkebunan), PT Lagam Inti Hibrindo (perkebunan), dan PT Waringin Agro Jaya (perkebunan).
Selain itu, ada perusahaan yang dipaksa penuhi persyaratan terkait pengendalian kebakaran, termasuk pemenuhan standar operasional prosedur (SOP) dalam pengendalian karhutla, yaitu PT BSS (perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat), PT KU (perkebunan Provinsi Jambi), PT IHM (hutan tanaman industri/HTI Provinsi Kalimantan Timur), dan PT WS (hutan tanaman/HT di Provinsi Jambi).
Perusahan harus mampu menerapkan mengendalian kebakaran, pemenuhan sarana dan prasarana, penerapan SOP, dan jumlah personel yang mumpuni dalam penanganan karhutla.
"Perusahaan-perusahaan ini yang dipaksa pemerintah untuk memenuhi kewajiban persyaratan-persyaratan yang belum lengkap," kata Eka ditemui saat acara diskusi publik 'Energi Kita', di Hall Dewan Pers, Jakarta Pusat, Minggu (25/10).
Pembekuan izin juga diberlakukan terhadap tiga perusahaan HPH/HTI dan satu perusahaan perkebunan, yaitu PT SBAWI (HTI di Provinsi Sumatera Selatan), PT PBP (HPH Provinsi Jambi), PT DML (HPH Provinsi Kalimantan Timur), dan PT RPM (perkebunan di Provinsi Sumatera Selatan). Sedangkan dua pencabutan perusahaan HTI, yaitu PT MAS di Provinsi Kalimantan Barat dan PT DHL di Provinsi Jambi.
"Mudah-mudahan tidak lama akan ada pengumuman tambahan perusahaan yang disanksi," kata Eka.
Eka mengatakan, perusahaan-perusahaan itu sudah puluhan tahun bergerak di bidang tersebut. Kementerian LHK menangani permasalahan kebakaran hutan dengan mengeluarkan regulasi yang lebih ketat.
"Perusahaan harus mengantisipasi mulai dari penyiagaan personel, peralatan, dan penyiapan prasarana," kata Eka. (abi)
Baca Juga: