Kelengahan Pemprov DKI Awasi Tempat Hiburan Picu Lonjakan Kasus COVID-19

Kamis, 25 Juni 2020 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta dinilai diskriminatif dalam penegakkan Peraturan Gubernur No 41 Tahun 2020 terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pasalnya, sejumlah tempat hiburan malam dibiarkan beroperasi dengan mengundang kerumunan tanpa adanya protokol kesehatan.

"Kasus COVID-19 di Jakarta Pusat ini jadi tertinggi, bahkan tertinggi di Indonesia. Salah satunya karena banyaknya relaksasi tempat hiburan malam dan tempat-tempat kongkow itu. Ini juga menjadi trigger penularan COVID-19 itu, termasuk tempat hiburan di wilayah lain seperti di Jakarta Selatan, itu banyak," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/6).

Baca Juga:

Daripada Perluas CFD, Anies Disarankan Fokus Awasi Pasar Hingga Mal

Menurutnya, pelonggaran PSBB tetap harus berorientasi pada horizontal scaning karena akar persoalannya adalah menekan penyebaran virus. Untuk itu, setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, termasuk Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus turut membantu memutus penyebaran virus.

Penerapan aturan kantong belanja ramah lingkungan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunjungi salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020). Per tanggal 1 Juli 2020, Pemerintah DKI Jakarta memberlakukan Peraturan Gubernur Nomor 142 tahun 2019 tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan pada pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat. ANTARA/Fauzi Lamboka (ANTARA/FAUZI LAMBOKA)
Penerapan aturan kantong belanja ramah lingkungan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunjungi salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020). Per tanggal 1 Juli 2020, Pemerintah DKI Jakarta memberlakukan Peraturan Gubernur Nomor 142 tahun 2019 tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan pada pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat. ANTARA/Fauzi Lamboka (ANTARA/FAUZI LAMBOKA)

"Ini kan perlakuan diskriminatif, masyarakat bawah harus taat protokol kesehatan, tapi kelas menengah dibiarkan berkerumun di klub malam," jelas dia.

Baca Juga:

'Si Pitung' Turun Tangan Tanggulangi COVID-19 di Jakarta Pusat

"Itu dikhawatirkan ada invisible hand yang mem-backup itu, orang-orang punya kekuatan mem-backup mereka sehingga tempat hiburan malam tetap beroperasi sehingga karyawan dan pengunjung jadi korban," jelas Trubus.

Diketahui, tempat hiburan malam baru bisa dioperasikan pada fase terakhir PSBB. Namun dengan dalih izin restoran, beberapa pengelola bisa beroperasi lengkap dengan pemutaran musik yang mengundang kerumunan. (Knu)

Baca Juga:

Jatim dan DKI Pimpin Lonjakan Kasus, Karena Masyarakatnya 'Bandel'

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan