Jokowi Sebut Whoosh Investasi Sosial, Demokrat: Siapa yang Talangi Kerugiannya?
Sabtu, 01 November 2025 -
MerahPutih.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menanggapi pernyataan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh, sebaiknya tidak diukur dari sisi keuntungan finansial semata, melainkan dari manfaat sosial atau social return on investment.
Menurut Herman, pandangan Jokowi tersebut dapat dimaklumi sepanjang negara memang siap menanggung seluruh konsekuensi finansialnya.
Ia menegaskan bahwa proyek strategis nasional, seperti Whoosh memang dapat dikategorikan sebagai investasi sosial yang bertujuan meningkatkan produktivitas, efisiensi waktu, dan kualitas mobilitas masyarakat.
“Itu fine menurut saya. Artinya reasoning apapun untuk terwujudnya ini sudah lewat. Kan kondisi hari ini adalah rugi. Nah rugi ini siapa yang akan menalangi? Kalau memang ini bagian dari investasi sosial negara, ya negara harus siap menanggungnya melalui APBN,” kata Herman di Jakarta, Jumat (31/10).
Baca juga:
Praswad Sebut Ada Indikasi Kuat Korupsi di Proyek Whoosh, Minta KPK Bertindak Independen
Politikus Partai Demokrat itu menyoroti pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang sebelumnya enggan membayarkan utang Whoosh lewat skema APBN. Menurut Herman, pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai siapa yang akan menanggung beban finansial jika proyek terus merugi.
“Persoalannya sekarang rugi siapa ketika Pak Purbaya mengatakan APBN tidak ingin membiayai lagi. Kalau proyek ini disebut investasi sosial, mestinya negara melalui APBN menanggung kerugian itu. Tapi kalau tidak, siapa yang bayar?” ujarnya.
Herman menegaskan, pemerintah harus segera mengambil sikap jelas dan konsisten dalam menyikapi kondisi keuangan KCJB. Ia mengatakan, dalam waktu dekat Komisi VI akan meminta penjelasan resmi dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang merupakan konsorsium yang dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) serta pihak-pihak terkait dalam pengelolaan proyek tersebut.
“Kami akan meminta keterangan dari PSBI yang lead firm-nya KAI, serta dari pihak-pihak lain termasuk Indonesia Investment Authority (INA) atau aset management sebagai superholding. Kita perlu tahu langkah strategis apa yang akan diambil agar kerugian tidak semakin panjang,” tuturnya.
Baca juga:
Prabowo Perintahkan Anak Buah Putar Otak Tangani dan Hitung Detail Utang Jumbo Whoosh
Herman juga menyoroti proyeksi tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) proyek yang mencapai 46 tahun. Menurutnya, perhitungan itu sudah terlalu lama dan berisiko menambah beban finansial bagi negara jika tidak dilakukan restrukturisasi.
“Waktu kami bahas dulu sebelum proyek ini beroperasi, IRR-nya saja sudah 46 tahun, itu pun dengan asumsi harga tiket lebih tinggi dari sekarang. Dengan tiket yang diturunkan, tentu masa balik modalnya akan lebih panjang. Maka perlu ada restrukturisasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Herman mengatakan, opsi restrukturisasi keuangan dan perjanjian kredit dengan lembaga pembiayaan internasional harus dibuka untuk menghindari kerugian jangka panjang.
“Kalau bank dan krediturnya di sana setuju dilakukan restrukturisasi, itu bisa jadi solusi. Tapi kalau tidak, ya tentu kita harus menunggu langkah konkret pemerintah dan PT KCIC ke depan,” katanya.
Baca juga:
Sempat Gelar Rapat Terbatas, Prabowo Minta Airlangga dan Rosan Bereskan Utang Whoosh
Herman berharap pemerintah dapat mengkaji ulang model bisnis dan skema pembiayaan proyek Whoosh agar tidak menjadi beban fiskal berkepanjangan.
“Kita tunggu saja, bagaimana pemerintah dan pihak terkait menyampaikan langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan. Yang jelas, kalau proyek ini disebut investasi sosial, maka konsistensi negara untuk menanggungnya harus ada,” pungkasnya. (Pon)