Jokowi 'Gebuk' Pembuat Hoax PKI Agar Tak Jadi Kebenaran Palsu

Kamis, 15 Maret 2018 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Ketua Setara Institute, Hendardi angkat bicara mengenai respon Presiden Jokowi yang dituduh memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Jokowi menyatakan kekesalannya terkait dengan tuduhan bahwa dirinya diidentikkan sebagai pendukung PKI dan membiarkan kader-kader PKI bangkit dengan kata ‘gebuk’ di depan masyarakat Kota Serang, Banten dalam acara pembagian sertifikat tanah di Alun-alun kota, Rabu (14/3).

"Kepemimpinan Jokowi menghadapi serangan serius stigma mendukung PKI dan membiarkan kader-kader PKI bangkit dan menduduki sejumlah jabatan strategis,' ujar Hendardi dalam keterangan tertulisnya kepada Merahputih.com, kamis (15/3).

Sejak menjelang Pemilu 2014, isu PKI terus dihembuskan oleh lawan politik Jokowi yang secara sistematis akan berpotensi melemahkan elektabilitas Jokowi pada 2019.

Bagaimana pun, sambung Hendardi, di era pascakebenaran, hoax yang diproduksi secara sistematis dan berkelanjutan akan dianggap kebenaran oleh para pembaca ataupun penerima pesan.

"Karena itu ekspresi Jokowi dapat dipahami sebagai upaya menolak pengarusutamaan hoax PKI itu agar tidak menjadi kebenaran palsu," sambung Hendardi.

Hendardri menduga, hal ini merupakan kerja politik oleh pihak-pihak yang disengaja alias by design untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Hal ini bisa dilakukan oleh pendukung parta-partai politik, bisa juga oleh kelompok professional yang dipekerjakan sebagai pihak yang bertugas melemahkan legitimasi kepemimpinan Jokowi.

"Sebagai bagian dari bentuk tindakan pelanggaran hukum, penyebar hoax harus ditindak secara hukum," beber Hendardi.

Namun demikian, cara polisi merespons kegelisahan Jokowi tidak boleh kontraproduktif sehingga menunjukkan institusi Polri berpolitik. Polri harus memastikan penindakan atas penyebar hoax dan jejaring intelektualnya murni berdasarkan fakta-fakta peristiwa.

Langkah itu pun harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sehingga tidak terjadi generalisasi penindakan, yang justru akan melemahkan independensi dan netralitas Polri. Pendekatan preventif yang demokratik bisa menjadi pilihan Polri dalam bersikap, karena pendekatan represif yang tidak terukur hanya menyenangkan penyebar hoax dan kekuatan-kekuatan yang mempolitisasi isu PKI di tengah kontestasi politik.

"Pendekatan represif ini pula yang justru akan mengoyak dukungan kelompok prodemokrasi pada Jokowi dan mengikis elektabilitasnya saat kontestasti politik itu tiba," ucap Hendardi.

Paralel dengan langkah penegakan hukum, edukasi publik untuk meningkatkan literasi media menjadi tugas banyak pihak.

"Publik bahkan dituntut menjadi bagian dari pemberantas hoax dengan senantiasa kritis membaca dan menyimak berita, tidak menyebarkan hoax, dan melaporkan pihak-pihak yang memproduksi hoax, karena hoax adalah sampah demokrasi," tutup Hendardri.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi berjanji akan menindak dengan tegas pihak yang membuat hoax dirinya memiliki hubungan dengan PKI. Bahkan, Jokowi akan 'menggebuk' pihak-pihak yang memainkan isu tersebut.

"Ya jengkel (dituduh PKI), tapi nyari orangnya enggak ketemu-ketemu. Awas kalau ketemu, tak gebuk betul itu," tegas Jokowi.

Padahal, Jokowi sudah menegaskan bahwa dirinya tak mempunyai hubungan dengan PKI. Jokowi dilahirkan pada 1961, Sementara PKI dibubarkan pemerintah pada 1965.

"Jangan seperti itu. Itu namanya fitnah. Ngawur kan seperti itu. Logikanya enggak masuk tapi ada yang percaya gitu loh. Ada itu yang percaya," beber Jokowi. (ayp)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan