Jokowi Diharapkan Tak Jadikan Luhut Menteri di Periode Keduanya

Selasa, 22 Oktober 2019 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharap tidak mengangkat kembali Menteri yang kinerjanya jeblok pada periode pertama Kabinet Kerja. Sebab, dampaknya akan merusak warisan Jokowi yang sudah terbangun di mata rakyat.

Menurut Direktur Data Indonesia, Herry Gunawan, salah satu Menteri yang kerap melakukan blunder adalah Luhut Binsar Panjaitan. Luhut dinilai sempat cawe-cawe mengurusi persoalan BPJS Kesehatan yang bukan menjadi domain kerjanya.

Baca Juga

PDIP: Selamat Datang Kabinet Gotong Royong Nasional

"Memilih menteri memang hak prerogatif presiden. Namun, LBP perlu ditertibkan, karena sering offside. Keluar dari jalur tugasnya, seperti kasus BPJS kesehatan. Seolah-olah dia seperti wapres," ujar Hery, Selasa (22/10).

Terlebih lagi, dalam konteks BPJS Kesehatan, Luhut merekomendasikanperusahaan asuransi asal Tiongkok untuk membantu sistem IT-nya.

"Hal ini sangat berbahaya, karena sama saja menyerahkan data seratusan juta peserta BPJS untuk digarap asuransi China," tukas Pria yang akrab disapa Heg itu.

Fakta lainnya yang menjadi alasan agar Luhut tidak diakomodir dalam Kabinet Kerja Jilid II adalah kinerja kemaritiman yang jeblok.

"Selama tiga tahun LBP menjabat Menko Maritim (2016-2019) dwelling time telah kembali ke 4 hari. Padahal Menko Kemaritiman sebelumnya sukses menurunkan dwelling time dari 7 hari ke 3,2 hari hanya dalam 11 bulan menjabat," ungkap Heg.

Luhut Panjaitan (MP/Ismail)

Selain itu, sambung Heg, konflik kepentingan yang terlalu terang benderang. Separah-parahnya korupsi di era Orde Baru, menurut Heg, tidak ada pejabat setingkat menteri yang menggunakan pengaruhnya agar BUMN menyewa gedung milik pribadinya sebagai kantor, seperti yang dilakukan LBP terhadap BUMN Pertamina.

"Keberadaan LBP di Kabinet jelas merupakan gambaran paling sempurna dari berjalannya sistem oligarki politik-ekonomi di Indonesia," tegas Heg.

Baca Juga

Legislator PDIP Geser Kader Golkar dari Kursi Menteri Sosial

Sejatinya, menurut Heg, para menteri harus saling berkordinasi dan bersinergi sehingga program pemerintah berjalan lancar. Heg-pun mengumpamakan kinerja para menteri dengan instrumen musik yang seirama.

"Jokowi perlu menteri yang seperti instrumen musik, semuanya bergerak. Tapi, kalau ada satu instrumen suaranya lebih keras, seperti terjadi pada LBP, harmoni akan terganggu. Untuk itu Pak Jokowi, ini periode terakhir Anda, jangan salah pilih Menteri," tandas Heg. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan