Impor Minyak Dari AS Butuh Waktu 40 Hari, Pertamina Minta Perlindungan Perpres atau Permen

Kamis, 22 Mei 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Badan Usaha Milik Negara PT PERTAMINA (Persero) sedang mengkaji pengalihan porsi impor minyak bumi dan gas (migas) dari negara lain ke Amerika Serikat. Hal ini merupakan bentuk dukungan Pertamina terhadap negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan Amerika Serikat.

"Sebagai bagian dari negosiasi pemerintah, Pertamina diminta untuk mengkaji portfolio impor migas saat ini, dengan skenario peningkatan porsi dari Amerika Serikat melalui pengalihan dari negara lain," ujar Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (22/5).

Pengalihan ini bersifat pengalihan atau shifting sumber pasokan, dan bukan penambahan volume impor. Pertamina tetap berkomitmen menjaga efisiensi volume impor dan memastikan ketahanan energi nasional tetap menjadi prioritas utama.

Saat ini, Pertamina telah memiliki kerjasama rutin dengan Amerika Serikat untuk suplai komoditas migas, yaitu 4 persen dari total kuota impor untuk minyak mentah dan 57 persen dari total kuota impor untuk 57 persen, dengan nilai hingga USD 3 miliar per tahun.

Baca juga:

Impor Minyak Mentah dari Rusia, Pertamina: Sudah Sesuai dengan Aturan

Pertamina juga telah melakukan koordinasi bersama tim perunding pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan saat ini sedang menjajaki ketersediaan suplai dari Amerika Serikat yang sesuai, baik dari sisi kualitas, volume, hingga aspek komersial yang tetap kompetitif.

Ia menegaskan, menindaklanjuti rencana peningkatan porsi impor migas dari Amerika Serikat, tidak lepas dari berbagai tantangan teknis dan resiko, baik dari sisi logistik, distribusi, kesiapan infrastruktur, hingga aspek ekonomi untuk mitigasi risiko yang dapat mengganggu ketahanan energi nasional.

"Resiko utama adalah dari sisi jarak dan waktu pengiriman dari Amerika Serikat yang jauh lebih panjang, yaitu sekitar 40 hari dibandingkan sumber pasokan dari Timur Tengah ataupun negara Asia," katanya.

Pertamina meminta dukungan kebijakan dari pemerintah dalam bentuk payung hukum, baik melalui Peraturan Presiden maupun Peraturan Menteri sebagai dasar pelaksanaan kerjasama suplai energi bagi Pertamina.

"Komitmen kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Amerika Serikat akan memberikan kepastian politik dan regulasi, dan selanjutnya dapat diturunkan ke dalam bentuk kerjasama bisnis ke bisnis di level teknis dan operasional antar perusahaan," katanya. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan