HIPMI Jaya: Gerak Pengembang Terbatas Mendukung Program Sejuta Rumah

Kamis, 18 Oktober 2018 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia DKI Jakarta (Hipmi Jaya), Afifuddin Suhaeli Kalla menginginkan adanya pembenahan regulasi di sektor perumahan mengingat masih tingginya kesenjangan (backlog) antara permintaan dan pasokan.

"Belum adanya regulasi yang mumpuni membuat gerak para pengembang terbatas untuk mendukung program sejuta rumah," kata Afifuddin dalam acara 'Jaya Properti Club', Rabu (17/10).

Ia mengatakan saat ini kebutuhan masyarakat terhadap perumahan sangat tinggi. Namun, keterjangkauan mereka sangat rendah terutama untuk golongan Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR). Itulah sebabnya mengapa masih banyak MBR yang tinggal di rumah tidak layak huni, kata Afifuddin yang akrab disapa Afie.

Afie berharap cakupan Program 1 Juta Rumah ini lebih luas tidak hanya untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah. Program ini juga termasuk pembangunan hunian bagian kalangan nonMBR atau rumah-rumah komersial yang tak disubsidi. "Bagi golongan MBR yang berhak mendapat subsidi, mereka dapat menikmati berbagai fasilitas dari pemerintah termasuk keringanan uang muka KPR sampai dengan 1 persen," ujar Afie dikutip Antara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase warga yang mengontrak di DKI Jakarta melebihi persentase nasional Dengan harga rumah di Jakarta yang semakin tak terjangkau, wilayah sekitarnya pun menjadi incaran. Dalam perkembangannya, harga rumah di sekitar kota satelit seperti Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang pun ikut melambung tinggi.

Afi Kalla maju dalam Musda HIPMI Jaya
Afi Kalla (MP/Dery Ridwansah)

Di wilayah Bekasi misalnya, pada sekitar tahun 2000, masih banyak rumah yang dijual di bawah Rp100 juta. Kini, sudah tidak bisa kita temui lagi rumah di Bekasi dengan harga di bawah Rp100 juta. Kalaupun ada yang murah, letaknya sangat jauh dan infrastruktur pendukungnya belum memadai. Sementara pasokannya pun masih terbatas.

Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), backlog rumah mencapai 7,6 juta unit pada 2014 berdasarkan konsep penghunian.

Angka itu diharapkan bisa turun menjadi 5 juta unit pada 2019. Sementara dari konsep kepemilikan, backlog rumah mencapai 13,5 juta rumah. Angka ini diprediksi turun menjadi 6,8 juta unit pada 2019. Ketua Panitia Pelaksana "Jaya Properti Club", Fristian Kalalembang menjelaskan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Namun kebutuhan ini kerap kali terabaikan karena harganya yang selangit.

Tingkat kenaikan gaji sudah tidak mampu menandingi kenaikan harga rumah. Di kota-kota besar, harga rumah tumbuh lebih tinggi dari tingkat inflasi. Real Estate Indonesia (REI) mencatat kenaikan harga rumah di kota besar sudah mencapai 10 hingga 30 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi Indonesia yang rata-rata mencapai 5 persen dalam lima tahun terakhir. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan