Gugatan Uji Materi Pasal Makar Ditolak Mahkamah Konstitusi

Kamis, 01 Februari 2018 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Mahkamah Konstitusi menolak judicial review atau uji materi pasal makar yang diajukan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana (Institute for Criminal Justice Reform).

Dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP terkait dengan makar, sudah sesuai dengan UUD 1945.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (1/2).

Gugatan yang diajukan Institute for Criminal Justice Reform ditolak oleh MK karena tidak ditemukan konsep rumusan yang ditawarkan Pemohon untuk mengubah konstruksi pasal-pasal yang dinyatakan inkonstitusional oleh Pemohon, agar dapat menciptakan kepastian hukum sebagaimana diinginkan pemohon.

"Argumentasi Pemohon bahwa dengan memaknai kata 'makar' dalam pasal-pasal KUHP tersebut sebagai 'serangan' tanpa disertai formulasi yang jelas tentang unsur-unsur tidak pidana dimaksud akan memberi kepastian hukum, sulit diterima," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagaimana dilansir Antara.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MK berpendapat bila kata "makar" dimaknai sebagai "serangan" tanpa dikaitkan dengan rumusan norma terutama dalam Pasal 87 KUHP, hal ini justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Karena penegak hukum baru dapat melakukan tindakan hukum terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana makar, apabila orang yang bersangkutan telah melakukan tindakan 'serangan' dan telah nyata menimbulkan korban," jelas Suhartoyo.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa penegak hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan makar sehingga tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis.

"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum," pungkas Suhartoyo.(*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan