Garuda Tunda Pengadaan Pesawat Baru, Prioritasnya Perbaikan Armada
Sabtu, 15 November 2025 -
MerahPutih.com - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia telah menyetujui penyertaan modal senilai Rp 23,67 triliun oleh Danantara melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyampaikan, prioritas utama dalam restrukturisasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saat ini adalah mempercepat perawatan serta pemeliharaan (maintenance) pesawat agar seluruh armada yang masih berstatus dilarang terbang atau grounded dapat kembali beroperasi pada 2026.
Direktur Utama Garuda Indonesia Glenny H. Kairupan menegaskan penundaan pengadaan tiga pesawat baru agar perusahaan dapat memprioritaskan perbaikan armada yang sudah ada demi efisiensi.
Glenny mengungkapkan perseroan sebelumnya menandatangani MoU pemesanan empat pesawat. Namun, dari seluruh rencana itu, hanya satu unit yang sudah dibayarkan uang muka. Tiga pesawat lainnya resmi ditunda (dipostponed).
Baca juga:
Dapat Suntikan Modal 23,67 Triliun, Garuda Indonesia Janji Perkokoh Operasional
"MoU ada empat pesawat, baru satu yang DP. Tiga sisanya kami tunda dulu, karena prioritasnya perbaikan armada,” kata Glenny dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Alih-alih menambah tiga pesawat baru, Garuda memilih menunda ekspansi armada dan memusatkan energi pada perbaikan pesawat yang sudah ada.
Keputusan itu menegaskan arah perbaikan Garuda yang semakin konsisten sejak masuknya skema penyelamatan pemerintah dan BPI Danantara.
Penyelamatan Garuda, kata ia, harus dimulai dari sektor operasional yang selama ini membebani keuangan.
“Kalau tidak diperbaiki, biaya tetap jalan terus,” ujarnya.
Pihaknya memperkirakan proses pemulihan penuh membutuhkan waktu dua tahun hingga Garuda kembali mencetak laba.
Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia Thomas Sugiarto Oentoro menambahkan seluruh rencana ekspansi saat ini sedang dihitung ulang.
Dengan adanya posisi baru Direktur Transformasi yang dijabat Neil Raymond Mills membuat evaluasi armada dan jaringan rute dilakukan lebih ketat.
“Bukan dibatalkan, tapi sebagian akan kami tunda sampai analisisnya final,” kata Thomas.