Durasi Olahraga Ideal Setelah Duduk Seharian

Senin, 07 Desember 2020 - Muchammad Yani

KAMU pasti sudah sering dinasehati untuk lebih banyak bergerak jika ingin sehat. Penelitian yang mendukung argumen ini pun sudah sangat banyak. Hidup sedentari atau gaya hidup yang melibatkan sedikit atau tidak ada aktivitas fisik, merusak segalanya mulai dari kesehatan mental, fisik, hingga umur panjang secara keseluruhan.

Selain membuat tubuhmu diserang nyeri atau rasa sakit secara langsung, perilaku sedentari menjadi satu dari beberapa penyebab utama untuk penyakit kardiovaskular. Bahkan bagi orang yang relatif aktif, waktu yang lama dihabiskan untuk duduk (baik dari hari kerja di balik meja dan di belakang setir, atau pada akhir pekan di depan layar) dapat mengurangi manfaat dari gaya hidup sehat mereka.

Baca juga:

Survive Stabilkan Berat Badan Selama Pandemi, Bisa?

Namun, sebelum kamu panik dan mulai olahraga delapan jam sehari dengan treadmil, ada kabar baik. Ada cara untuk membantu mengimbangi beberapa risiko kesehatan terkait dengan duduk selama berjam-jam. Sebuah meta-analisis besar-besaran yang diterbitkan dalam British Journal of Medicine tampaknya telah menemukan durasi yang pas untuk olahraga harian yang diperlukan untuk mengimbangi dampak negatif dari 10 jam duduk.

Jalan kaki saat beristirahat dapat memulihkan semangat kerja (Foto: 123RF/Dean Drobot)
Jalan kaki saat beristirahat dapat memulihkan semangat kerja (Foto: 123RF/Dean Drobot)

Menurut penelitian tersebut, 30-40 menit aktivitas fisik ringan hingga berat setiap hari dapat mengurangi pengaruh sedentari pada risiko kematian. Para ilmuwan menganalisis silang sembilan studi kohort prospektif dari empat negara berbeda, yang diikuti 44.370 laki-laki dan perempuan selama empat hingga 14 setengah tahun.

Mereka memeriksa bagaimana kombinasi yang berbeda dari aktivitas fisik (diukur dengan alat pelacak kebugaran) dan sedentari memengaruhi risiko kesehatan dan kematian masing-masing. Secara keseluruhan, para peneliti menemukan bahwa "waktu duduk yang lebih tinggi dikaitkan dengan kematian yang lebih tinggi pada individu yang kurang aktif," dan "mereka yang berada di sepertiga terendah dari [aktivitas fisik ringan hingga kuat] memiliki risiko kematian yang lebih besar dalam semua kombinasi dengan sedentari."

Baca juga:

Atasi dan Cegah Migrain dengan Cara Sederhana

Rekomendasi kebugaran di atas juga selaras dengan penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa olahraga 35 menit per hari — baik dari kardio dengan intensitas lebih tinggi atau gerakan berdampak rendah (yoga, peregangan) —adalah angka penting untuk membantu mencegah depresi dan gangguan afektif musiman.

Penemuan ini juga sesuai dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2020 yang baru dirilis tentang aktivitas fisik dan perilaku sedentari, yang merekomendasikan 150 hingga 300 menit latihan intensitas sedang per minggu (sekitar 21 hingga 43 menit per hari) atau 75 hingga 150 menit latihan aerobik intensitas tinggi per minggu untuk orang dewasa berbadan sehat.

Lakukan gerakan peregangan di antara waktu kerja (Foto: 123RF/Andriy Popov)
Lakukan gerakan peregangan di antara waktu kerja (Foto: 123RF/Andriy Popov)

Bagaimana cara yang kamu pilih untuk menggerakkan tubuh demi membalikkan risiko kesehatan, tidak dipatok bentuknya. Temukan aktivitas yang kamu sukai yang meningkatkan detak jantung dan mengeluarkan banyak keringat, baik itu sesi kebugaran formal atau berkebun di sore hari atau bermain dengan anak-anak.
Berjalan-jalan cepat di sekitar lingkungan, pergi bersepeda, berlari naik dan turun tangga di gedung apartemen, menari dengan iringan hentakan musik di kamar Anda, hiking di bukit terdekat. Ini semua dapat menjadi pilihan.

Pada hari-hari ketika kamu tidak dapat melakukan latihan apa pun, setidaknya pastikan untuk berdiri setiap 20 hingga 30 menit untuk meregangkan kaki. Jika bisa, berjalan keliling meja makan, atau ke lobi apartemen, atau lakukan squat super cepat sebelum membuka email berikutnya. Kamu juga bisa melakukan dengan gerakan yoga yang mudah di antara panggilan Zoom. (Aru)

Baca juga:

Migrain Bukanlah Sakit Kepala

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan