DPRD DKI Desak Penyaringan Konten Kekerasan, Minta Pemprov Gandeng Komdigi untuk Hindari Overblocking
Rabu, 19 November 2025 -
MerahPutih.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta disarankan untuk menggandeng Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam merumuskan aturan pembatasan akses konten kekerasan di internet.
Dorongan tersebut disampaikan Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Muhammad Thamrin, sebagai respons atas insiden ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang diduga berawal dari tontonan berbahaya di media sosial.
“Mendukung agar Pemda berkoordinasi dengan Kominfo, penyedia platform digital seperti YouTube, serta para ahli keamanan digital, agar mekanisme penyaringan berbasis standar dan tidak membebani sekolah,” ucap Thamrin, Rabu (19/11).
Ia menekankan bahwa penyusunan regulasi harus dilakukan dengan cermat, tanpa membabi buta menutup akses internet yang justru dibutuhkan pelajar untuk keperluan sekolah.
“Regulasi harus jelas menyasar konten berbahaya, bukan membatasi akses platform secara menyeluruh. Kita harus memastikan tidak terjadi overblocking yang justru menghambat akses informasi dan pembelajaran digital yang sah,” tuturnya.
Baca juga:
4 Kementerian Bakal Bahas Rencana Pembatasan Game Online, Diklaim Banyak Konten Negatif
Menurut Thamrin, teknologi saja tidak cukup untuk menjadi pagar pengaman dari dampak negatif dunia maya. Edukasi literasi digital wajib berjalan beriringan agar siswa, guru, dan orang tua memahami cara berselancar dengan aman.
Ia juga meminta Pemprov DKI memperkuat layanan konseling dan pendampingan psikologis di sekolah guna mengantisipasi dampak yang tidak kasat mata.
“Ini bukan semata perkara teknis, tapi perkara pemahaman dan kesiapan psikis,” imbuhnya.
Baca juga:
Lebih jauh, Thamrin menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Kebon Sirih akan mengawal penyusunan aturan tersebut dari hulu hingga hilir, memastikan dasar hukumnya kuat serta menutup rapat potensi penyalahgunaan kewenangan.
“Kami di DPRD akan mengawal agar regulasi ini memiliki dasar hukum yang kuat, mekanisme pengawasan yang jelas, dan tidak menimbulkan celah penyalahgunaan kewenangan,” pungkasnya. (Asp)