Dosen FISIP UI: Demokrasi Indonesia Mundur Satu Generasi
Jumat, 22 Maret 2024 -
MerahPutih.com - Demokrasi di Indonesia dinilai mundur satu generasi akibat karut-marut penyelenggaraan Pemilu 2024, yang dinilai penuh dengan kecurangan sistematis.
Hal tersebut ditegaskan Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (UI), Reni Suwarso. Menurutnya, dengan dugaan rekayasa pemilu yang dilakukan, banyak yang merasa bahwa proses demokrasi mundur satu generasi.
“Proses Pemilu 2024 ini memang dibuat kacau secara administrasi untuk membuat peluang intervensi penguasa memenangkan kandidat favoritnya," kata Reni saat ditemui di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (21/3).
Baca juga:
Ia menjelaskan, kekacauan administrasi pemilu itu di antaranya adalah rekayasa konstitusi, pengendalian lembaga penyelenggara pemilu, subversi peraturan pemilu, dan manipulasi proses pemilu.
Menurut Reni, rekayasa pemilu seperti ini ditemukan di Nigeria, Gambia, Ghana, Cameroon, Zimbabwe, Togo, Kenya, Zambia, Côte d’Ivoire, Senegal, and Uganda pada periode 1970-1980-an.
Adapun Indonesia pasca-reformasi 1998, telah menggelar lima kali pemilu yang diakui internasional, termasuk bebas dan adil. Oleh karena itu, Reni menegaskan, proses Pemilu 2024 di Indonesia menjadi buruk dan mundur satu generasi.
“Ini adalah proses kejahatan pemilu yang direkayasa secara sistematik dan sistemis. Pemilu hasil rekayasa seperti ini dalam istilah Huntington and Moore (1970) disebut ‘Liberal Machiavellian Election’ atau ‘pemilu terbuka tetapi penuh tipu muslihat’,” ujarnya.
Reni menjelaskan, Pemilu 2024 telah menimbulkan kontroversi besar terkait klaim, bahwa hasilnya telah direkayasa untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan cara yang tidak fair.
Menurutnya, wajar jika masyarakat dari berbagai kalangan melakukan unjuk rasa.
“Protes masyarakat terhadap dugaan kecurangan ini telah mencapai titik di mana unjuk rasa terjadi hingga tengah malam pada Rabu usai KPU membacakan hasil rekapitulasi Pemilu 2024. Massa membakar ban dan membawa spanduk yang menuntut turunnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diduga menjadi biang dari kecurangan tersebut,” ujar Reni.
Baca juga:

Menurut Reni, selain unjuk rasa, pernyataan sikap dan deklarasi sudah sering disampaikan oleh berbagai pihak. Termasuk mahasiswa, akademisi hingga guru besar universitas, yang menyerukan untuk mengembalikan keadilan konstitusi dan hak-hak warga.
Ia menyebutkan, adanya pernyataan sikap dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) dan para guru besar dari berbagai PTN/PTS lainnya pada Februari lalu.
Selain itu, adanya pernyataan sikap mahasiswa FISIP UI, pada Kamis, 7 Maret 2024. Kemudian, yang terakhir adalah Seruan Salemba ‘Tegakkan Konstitusi, Pulihkan Hak Kewargaan dan Peradaban Berbangsa’ yang dibacakan oleh para akademisi se-Jabodetabek di Kampus UI, Salemba, Jakarta, pada 14 Maret 2024 lalu.
“Kalau pemerintah masih ndableg tidak mau mendengarkan pendapat rakyatnya, mungkin para penjaga moral bangsa perlu bergerak,” tegas Reni. (Pon)
Baca juga:
Panglima TNI Sebut Pilkada 2024 Lebih Rawan Konflik Dibanding Pilpres