Dorong Revisi UU Hak Cipta, Piyu Dkk Tuntut Transparansi Tata Kelola Royalti Lewat 8 Rekomendasi

Selasa, 11 November 2025 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com – Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) sekaligus gitaris Padi Reborn, Satriyo Yudi Wahono atau Piyu, menegaskan perlunya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Menurutnya, sistem tata kelola royalti musik nasional saat ini belum ideal dan menimbulkan kebingungan serta ketidakpastian bagi pelaku industri musik.

“Kami di sini ingin menyampaikan delapan poin yang kami ringkas dalam pemaparan singkat, padat, dan jelas," kata Piyu, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11).

Baca juga:

Ariel Noah Bersama Vibrasi Suara Indonesia Sambangi Fraksi PDIP Bahas Royalti

8 Poin Rekomendasi AKSI

Piyu menilai ketentuan yang berlaku saat ini, berdasarkan SK Kementerian Hukum dan HAM tahun 2016, masih memperbolehkan pemungutan royalti dilakukan setelah pertunjukan musik atau konser selesai.

Dia juga menyoroti praktik yang tidak transparan dalam pemungutan royalti pascakonser, karena data yang digunakan sering kali tidak sesuai dengan catatan faktual di lapangan.

“Dalam SK itu disebutkan bahwa pemungutan dan pendistribusian royalti dilakukan setelah pertunjukan berlangsung, berdasarkan dua persen dari nilai produksi acara. Artinya, pencipta ikut menanggung risiko profit and loss dari penyelenggara. Ini membuat hak royalti yang seharusnya diterima pencipta jadi tersendat,” paparnya.

Baca juga:

Menkum Laporkan Proposal Royalti Media ke Pimpinan DPR

Berikut detail delapan rekomendasi utama AKSI yang disampaikan Piyu untuk dimasukkan dalam revisi UU Hak Cipta:

  1. Wajib izin atau lisensi sebelum pertunjukan musik, serta pembayaran royalti dilakukan sebelum acara berlangsung.
  2. Penguatan definisi layanan publik agar tidak multitafsir dalam penggunaan karya musik.
  3. Ketentuan khusus untuk pertunjukan musik sesuai dinamika industri.
  4. Aturan tentang direct license dan opt-out LMK yang lebih berkeadilan.
  5. Pembentukan LMK khusus pertunjukan musik untuk distribusi royalti yang akurat.
  6. Pemberdayaan sistem digital subscription untuk mendukung model blanket licence.
  7. Efisiensi jumlah LMK agar pengelolaan royalti lebih terpusat dan transparan.
  8. Penguatan regulasi anti-au dan anti-pembajakan guna melindungi hak ekonomi pencipta dan pelaku industri musik.

“Kami ingin revisi UU Hak Cipta benar-benar mengikuti perkembangan zaman dan melindungi kepentingan para pencipta serta pelaku industri musik Indonesia,” tutup Piyu. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan