Dampak Naiknya Harga BBM Dalam Jangka Pendek
Senin, 05 September 2022 -
MerahPutih.com - Pemerintah sudah naikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi, yang mulai diberlakukan pada Sabtu (3/9). BBM bersubsidi Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter dan solar dari Rp5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, sementara BBM non-subsidi Pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Pengamat ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono memaparkan sejumlah solusi yang bisa dilakukan pemerintah berkaitan dengan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Baca Juga:
Harga Baru BBM Kerek Kenaikan Tarif Transportasi Speed Boat di Kalimantan
"BBM bersubsidi menyumbang lebih dari 80 persen pendapatan negara. Solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah meningkatkan kualitas maupun kuantitas layanan transportasi publik dan mematok harga yang tidak terlalu mahal," katanya dikutip Antara.
Ia mengatakan, alasan dasar pemerintah menaikkan harga BBM adalah demi pemenuhan prinsip keadilan, persamaan kesempatan dan inovasi, konversi subsidi menjadi peningkatan pelayanan publik, bantuan sosial dan menghentikan pembengkakan subsidi BBM yang salah sasaran.
"Dalam jangka panjang, kenaikan harga BBM mungkin akan merangsang inovasi dan memaksa transisi untuk beralih pada energi alternatif yang lebih murah," tuturnya.
Namun dalam jangka pendek, hak itu tentunya akan sangat berdampak terhadap masyarakat kelas bawah dan menengah yang bergantung pada transportasi dalam kesehariannya, sehingga akan berimbas pada penggerusan konsumsi.
"Pemerintah harus tetap memantau harga minyak dunia karena di tengah kondisi ketidakpastian global dan proyeksi ekonomi yang masih sangat dinamis. Pemerintah akan memberikan bantuan tunai kepada masyarakat miskin untuk meredam pukulan tersebut," katanya.
Adhitya menjelaskan, pemerintah masih optimistis penurunan daya beli masyarakat dan output dapat ditekan oleh kebijakan bantuan langsung tunai yang telah ditetapkan senilai Rp 24,17 triliun.
"Selain itu akan ada Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 16 juta pekerja dan dengan kebijakan tersebut, dampak negatif akibat kenaikan harga BBM dapat diatasi dengan baik," ucap pakar moneter Universitas Jember itu.
Ia menilai, pemerintah juga yakin gejolak kenaikan harga BBM dapat ditekan dengan subsidi transportasi daerah yang diambilkan dari pengalihan 2 persen dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) yang ditujukan untuk pengemudi ojek dan nelayan hingga perlindungan sosial tambahan lainnya sebesar Rp 2,17 triliun.
"Ujian pemerintah atas program itu adalah lagi-lagi efektivitas penyaluran. Maksud baik atas program itu harus dibarengi dengan kemampuan penyaluran dan ketepatan sasaran," ujarnya.
Ia menegaskan, kenaikan harga BBM pasti berdampak pada semua lapisan masyarakat dan sektor produksi, sehingga pemerintah harus fokus pada masyarakat yang tidak mampu sehingga langkah itu dapat memberikan perlindungan sosial yang lebih efektif kepada kelompok masyarakat rentan akibat kenaikan harga BBM meski dalam jangka pendek.
Presiden RI Joko Widodo menyebut keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pilihan terakhir pemerintah. Pemerintah mengklaim telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia.
"Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN. Akan tetapi, anggaran subsidi dan kompensasi BBM pada tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun," kata Presiden. (*)
Baca Juga:
Legislator Gerindra Sebut Kenaikan Harga BBM Tambah Jumlah Orang Miskin