Buruh Bakal Mogok Kerja Nasional, Pengusaha Ingatkan Sanksi

Kamis, 01 Oktober 2020 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Para buruh berencana melakukan mogok nasional akibat RUU Cipta Kerja yang ditolak buruh terutama klaster ketenagakerjaan terus dibahas dan segera disahkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluarkan imbauan kepada pekerja atau buruh terkait ketentuan tentang mogok kerja termasuk sanksi yang dapat dijatuhkan jika mogok kerja dilakukan tidak sesuai ketentuan khususnya di UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani mengingatkan, ketentuan mogok kerja memang diatur dalam pasal 137 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tercatat, mogok kerja adalah hak dasar bagi pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan.

Baca Juga:

Empat Kesepakatan Buruh dan DPR Soal RUU Cipta Kerja

Ketentuan soal mogok kerja, lanjut ia, dibahas dalam Kepmenakertrans no. 23/2003 Pasal 3 yang mencatat jika mogok kerja dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut bisa disebut tidak sah.

Pasal 4 Kepmenakertrans tersebut juga mencatat bahwa yang dimaksud gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diakibatkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan.

"Di luar hal tersebut, bisa dikatakan mogok kerja yang dilakukan adalah tidak sah dan punya konsekuensi serta sanksi secara hukum," ujar Hariyadi.

Apindo mengutip Pergub DKI No. 88/2020 pasal 14 ayat (1) soal upaya penanggulangan dan penanganan pandemi COVID-19.

Dalam pasal tersebut, tertulis demi kesehatan bersama, masyarakat umum ataupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan berkumpul atau bergerombol di suatu tempat.

"Adapun pelanggaran terhadap ketentuan tersebut juga memiliki sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku soal COVID-19," katanya.

Demo Buruh
Demo Buruh. (Foto: MP/Kanugrahana).

Selain itu, Apindo mengimbau kepada seluruh pekerja di perusahaan yang menjadi anggota Apindo untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku tersebut.

"Hal itu khususnya terkait mogok kerja yang sah atau tidak, dan ketentuan tentang penanggulangan COVID-19 yang saat ini sama-sama kita hadapi," ujar Hariyadi.

RUU Cipta Kerja terus dibahas pemerintah dan DPR saat masa pandemi ini. Bahkan, RUU ini dibahas ketika hari libur. Padahal, RUU ini sudah ditolak berbagai ormas islam seperti NU dan Muhammadiyah serta berbagai organisasi sipil lainnya.

Alasan ditolaknya Omnibus Law ini, bukan hanya merugikan buruh atau pekerja dan dinilai menghilangkan berbagai hak pekerja yang diatur UU Ketenakerjaan, juga dampak RUU ini bagi masyarakat adat, kerusakanlingkungan, serta hanya menguntungkan para investor besar.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan puluhan federasi serikat pekerja dan buruh menyepakati akan melakukan mogok nasional pada 6-8 Oktober sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Baca Juga:

Kala Pesohor Jadi Pendengung RUU Cipta Kerja

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan