Borobudur Writers and Cultural Festival Kembali di Gelar
Rabu, 14 November 2018 -
BOROBUDUR Writers and Cultural Festival (BWCF) digelar untuk yang ketujuh kalinya. Mengusung tema Traveling & Diary: Membaca Ulang Catatan Harian Pelawat Asing ke Nusantara, acara ini akan dilaksanakan pada 22 hingga 25 November di Hotel Grand Inna (Garuda) Malioboro Yogyakarta dan kawasan Hotel Manohara Borobudur.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, di dalam acara akan ada diskusi. Kali ini hal dibahas adalah perjalanan para pelaut dunia yang pernah menginjakan kaki di tanah Nusantara seperti Yi Jing, Ibnu Batuta, Cheng Ho hingga Wallace. Pihak penyelenggara ingin para pengunjung dapat menyadari tentang nilai-nilai pemikiran masyarakat Nusantara tempo dulu.

"Semua ini agar generasi muda dan Indonesia dapat mengenal bahwa proses menjadi Indonesia sebetulnya kultural mulai dari Nusantara. Artinya, kita merajut nilai terbaik dari lokalitas, kesukuan, keagamaan, dan menjadi ke-Indonesia-an itu," ucap salah satu pendiri BWCF Romo Mudji Sutrisno di Jakarta, Selasa (13/11).
Di tahun ini BWCF punya program baru yakni workshop dongeng anak yang bekerja sama dengan Dr Murti Bunanta, penulis buku anak dan dongeng anak. Terdapat pula tiga film yakni 3 Doa 3 Cinta, Bid'ah Cinta dan Khalifah yang akan diputar di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang.

Setelah mengadakan pemutaran film bertemakan Islam dan pluralisme itu sang sutradara, Nurman Hakim dan pengamat film Marselli Sumarno akan mengadakan diskusi dengan para santri. Harapannya, para santri dapat mengerti tentang arti keislaman yang datang ke Indonesia.
"Kita ingin memberikan kontribusi ke masyarakat sekitar. Kedua kita bicara soal Islam lewat santri tapi tidak menutup kemungkinan peserta di luar santri bisa ikut dalam diskusi," ujar Nurman di tempat yang sama.
Ada pula pemberian penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award 2018 untuk Dr Tan Ta Sen, seorang peneliti dari Singapura. Menurut pihak penyelenggara Dr Tan Ta Sen berhak mendapatkan penghargaan karena dedikasinya untuk mencari tahu perjalanan Cheng Ho di Kawasan Asia Tenggara termasuk Nusantara. Dr Tan Ta Sen bahkan mendirikan museum Cheng Ho dan dibuka secara umum. (yani)