Arkeolog Gunakan AI untuk Ungkap Rahasia di Balik Gurun Rub al-Khali

Senin, 30 September 2024 - Soffi Amira

MerahPutih.com - Rahasia yang terkubur di dalam pasir Jazirah Arab akan segera terungkap berkat AI. Para arkeolog telah beralih ke teknologi kecerdasan buatan untuk membantu mendeteksi situs potensial di gurun Rub al-Khali, Abu Dhabi.

Hamparan gurun yang luas atau yang dikenal sebagai "The Empty Quarter" itu, merupakan wilayah pasir kontinu terbesar di dunia.

Gurun ini menempati lebih dari seperempat total wilayah Arab Saudi dan memiliki topografi yang bervariasi. Sebagai salah satu wilayah terkering di dunia, Rub al-Khali hampir tidak berpenghuni dan sebagian besar belum dieksplorasi.

Kondisi gurun yang keras sering kali menyembunyikan situs purba yang potensial. Namun, para peneliti di Universitas Khalifa di Abu Dhabi, telah mengembangkan solusi berteknologi tinggi untuk mempermudah pencarian.

Baca juga:

Ilmuwan Ungkap bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Bangun Piramida

Mengutip The Sun, tim tersebut menciptakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis gambar yang dikumpulkan oleh radar apertur sintetis (SAR), yaitu teknik citra satelit yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi objek yang tersembunyi di bawah permukaan, termasuk vegetasi, pasir, tanah, dan es.

Seorang ilmuwan atmosfer dan salah satu peneliti utama dalam proyek tersebut, Diana Francis mengatakan: "Kami membutuhkan sesuatu untuk memandu kami dan memfokuskan penelitian kami."

Kemudian, Francis melatih mesin tersebut untuk menggunakan data dari situs yang sudah diketahui, yakni Saruq Al-Hadid di Dubai.

"Setelah dilatih, mesin tersebut memberi kami indikasi area potensial lain yang masih belum digali," tambahnya.

Baca juga:

Tersesat di Gurun Arab Saudi, 2 Pria Ditemukan Tewas

Gurun Rub al-Khali tidak berpenghuni dan belum dieksplorasi
Gurun Rub al-Khali tidak berpenghuni dan belum dieksplorasi. Foto: National Geographic
>Ia juga menyebutkan, bahwa teknologi tersebut presisi hingga 19 inci dan dapat membuat model 3D dari struktur untuk memberi para arkeolog gambaran yang lebih baik mengenai apa yang terkubur di bawahnya.

Secara umum, para arkeolog menggunakan survei darat untuk mendeteksi situs potensial. Sementara itu, citra satelit optik telah mendapatkan popularitas untuk mencari area yang luas untuk fitur yang tidak biasa.

Namun, teknologi AI baru akan mempermudah pencarian tersebut. Universitas Khalifa pun tak sendirian dalam menggunakan kecerdasan buatan untuk mendeteksi situs potensial.

Seorang mahasiswa PhD di Institut Max Planck, Amina Jambajantsan, menggunakan pembelajaran mesin untuk mempercepat "pekerjaan yang membosankan" dalam pencarian melalui citra drone dan satelit beresolusi tinggi.

Baca juga:

Ilmuwan Temukan Gunung Bawah Laut, Tingginya 4 Kali Burj Khalifa

Selain itu, para peneliti dari Universitas Yamagata juga menggunakan teknologi AI untuk menguraikan geoglif peradaban Nazca di Peru.

Melalui teknologi baru tersebut, para arkeolog menemukan 303 geoglif, yang kemudian mereka konfirmasi dengan mengunjungi situs-situs yang difoto dalam pencarian mereka.

Arkeolog dari Universitas Yamagata, Masato Sakai menjelaskan: "Pemanfaatan AI dalam penelitian telah memungkinkan kami untuk memetakan distribusi geoglif dengan cara yang lebih cepat dan lebih tepat."

"Metode penelitian tradisional, yang terdiri dari mengidentifikasi geoglif secara visual dari gambar beresolusi tinggi dari area yang luas ini, berjalan lambat dan berisiko mengabaikan beberapa di antaranya," jelasnya.

Pada makalah yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), para penulis menjelaskan soal proses penemuan dan penemuan itu sendiri.

Model AI sangat bagus dalam mengambil geoglif jenis relief yang lebih kecil dan sulit dikenali dengan mata telanjang.

"Dari 303 geoglif figuratif yang baru ditemukan, 178 disarankan secara individual oleh AI, dan 125 tidak disarankan secara individual oleh AI," tulis makalah tersebut. (sof)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan