Anggota DPR Minta RUU KUP Tidak Beri Dampak Negatif ke Masyarakat
Jumat, 30 Juli 2021 -
MerahPutih.com - Penyusunan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), yang salah satunya membahas terkait Pajak Pertambahan Nilai untuk barang kebutuhan pokok, dan lainnya, harus dilakukan secara cermat, objektif dan terukur.
"Dengan begitu, tujuan untuk menuju sistem perpajakan yang sehat, adil dan berkesinambungan dapat tercapai dalam jangka menengah, namun tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat dan dunia usaha yang masih dalam situasi pandemi COVID-19," kata Anggota DPR Puteri Anetta Komarudin di Jakarta, Kamis (30/7).
Baca Juga:
Kemenkeu Janji Revisi Objek-Objek Kena PPN di RUU KUP
Counsellors at Law (SNR) memaparkan, faktor yang mendorong pembahasan revisi RUU KUP yakni pemikiran mengenai sistem perpajakan nasional yang dinilai belum mampu untuk mendukung keberlanjutan pembangunan dalam jangka menengah dan panjang.
Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir, yang selalu meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara serta kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, namun penerimaan perpajakan belum cukup optimal untuk mendukung pendanaan negara.
Menurut Managing Partner SNR Januardo Sihombing momentum penyusunan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan kini sedang dielaborasi oleh Komisi XI DPR RI, dan telah dimuat dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Serta diharapkan untuk dapat diundangkan di tahun 2022.

RUU KUP ini merupakan perubahan kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ada lima kelompok masalah utama (klaster) dalam RUU ini. Pertama, perubahan materi UU KUP yang diantaranya meliputi asistensi penagihan pajak global dan program peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Kedua, perubahan materi UU PPh. Ketiga, perubahan UU PPN. Dalam perubahan UU PPN ini fringe benefit akan diatur kembali dan ada instrumen pencegahan penghindaran pajak. Dolfie melanjutkan, klaster keempat adalah perubahan UU Cukai, dan klaster kelima adalah pengenaan pajak karbon. (Pon)
Baca Juga:
Pakar Ekonomi Nilai PPN Jasa Pendidikan dan Sembako Picu Inflasi Besar