Kemenkeu Janji Revisi Objek-Objek Kena PPN di RUU KUP
Beras Bulog. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kementerian Keuangan mengatur ulang objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan fasilitas PPN dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, saat ini Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengecualian PPN terbanyak di Asia sehingga Sri Mulyani akan mengurangi pengecualian dan fasilitas PPN untuk mendorong penerimaan pajak.
Baca Juga:
Pakar Ekonomi Nilai PPN Jasa Pendidikan dan Sembako Picu Inflasi Besar
"Pengaturan kembali objek dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran," katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (28/6).
Sri Mulyani menuturkan, banyaknya barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan pajak telah menimbulkan distorsi dan membuat potensi penerimaan pajak sulit untuk dicapai.
"Ini menyebabkan distorsi dan terjadinya ketimpangan kontribusi sektor usaha pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan PPN dalam negeri," ujarnya.
Kinerja PPN Indonesia hanya 63,58 persen dari total potensi yang seharusnya dapat dikumpulkan karena terdapat empat pengecualian pada kelompok barang dan 17 pengecualian pada kelompok jasa.
Kinerja PPN Indonesia tersebut berada di bawah Afrika Selatan yang mencapai 70,24 persen, Argentina 83,71 persen, Singapura 92,69 persen, dan Thailand 113,83 persen.
Penyebab rendahnya kinerja PPN Indonesia adalah adanya ketimpangan kontribusi sektor usaha pada PDB dan PPN dalam negeri.
Ia mencontohkan, share sektor usaha konstruksi dan real estate pada PDB nominal 2020 adalah sebesar 14,2 persen namun share terhadap PPN lebih rendah yaitu 12,9 persen.
Kemudian sektor usaha pertanian pada 2020 memiliki share PDB nominal sebesar 14,9 persen namun share terhadap PPN hanya 1,2 persen.
"Belanja kita besar untuk sektor ini tapi kontribusinya pada penerimaan hanya Rp13,5 triliun," tegasnya.
Pemerintah, kata ia, akan mengatur ulang objek-objek kena PPN sekaligus pemberian fasilitasnya dalam Revisi Undang Undang 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ia merinci, barang dan jasa yang akan dikecualikan dari pemungutan PPN dalam RUU KUP meliputi barang yang sudah menjadi objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) seperti restoran, hotel, parkir, dan hiburan. Kemudian uang emas batangan untuk cadangan devisa negara, surat berharga negara dan jasa penceramah.
Sementara barang maupun jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan akan dikenai tarif PPN lebih rendah dari tarif normal.
“Atau dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi," katanya dikutip Antara.
Revisi UU KUP menuai kontroversi karena adanya rencana pengenaan PPN pada sembako serta layanan pendidikan. Kemenkeu menjelaskan poin-poin penting usulan perubahan RUU KUP di antaranya adalah pengurangan berbagai fasilitas PPN karena dinilai tidak tepat sasaran dan untuk mengurangi distorsi dan penerapan multitarif. (*)
Baca Juga:
Kemenkeu: Perubahan Pengaturan PPN Akibat Pelemahan Ekonomi Dampak Pandemi
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Menkeu Klaim Kinerja Bea Cukai Membaik, Tahan Bicara ke Kemen PANRB Buat Rumahkan Pegawai
Bea Cukai Bikin 25 Juta Lembar Pita Cukai Desain Terbaru Untuk 2026
Tanggapi Ancaman Dibekukan Menkeu, Dirjen Bea Cukai: Bentuk Koreksi
Diancam Dirumahkan Menkeu, Dirjen Bea Cukai Akui Image Lembaganya Sarang Pungli
Dana Rp 1 Triliun Tersalur Tepat Waktu, Bank Jakarta Siap Perluas Pembiayaan
Hadapi Gangguan Cuaca Kemenkeu Yakinkan Harga Pangan Terkendali Saat Nataru
Raker Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dengan Komisi XI DPR Bahas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV-2025
DPR RI Khawatir Fatwa MUI Tentang Pajak Daerah Akan Membuat Fiskal Daerah Indonesia Runtuh
MUI Keluarkan Fatwa Soal Pajak, Dirjen Segera Tabayyun Biar Tidak Terjadi Polemik
Gerak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Bikin Penerimaan Pajak Tambah Rp 1,75 Triliun