Anak Sudah Besar Tapi Masih Tantrum? Mungkin Ia Mengidap DMDD

Rabu, 05 Februari 2025 - Ananda Dimas Prasetya

Merahputih.com - Anak biasanya lucu dan aktif, namun ada masanya menjadi tantrum. Namun masalahnya di luar usia wajar (1- 4 tahun), masih juga ada anak yang kerap tantrum.

Tantrum adalah ledakan emosi yang tak terkendali, biasanya dengan perilaku yang tidak menyenangkan dan mengganggu.

Tantrum umumnya berlangsung pada anak usia 12 bulan sampai 4 tahun. Menurut riset, di usia anak 30-36 bulan sebanyak 91 persen anak akan menjadi tantrum. Sementara, kemungkinan 59 persen anak masih akan tantrum mulai 42 sampai 48 bulan.

Dilansir dari laman primayahospital, anak menjadi tantrum karena mereka memiliki temperamen. Sehingga tantrum adalah reaksi mereka terhadap hal-hal yang membuat frustrasi atau perubahan lingkungan mereka.

Anak yang kelaparan, lelah, dan stimulasi berlebihan juga membuat anak tantrum. Anak menghadapi situasi yang sulit, misalnya mainannya lepas, ia jadi takut mainannya rusak atau orang tuanya yang marah.

Baca juga:

Penanganan Anak Tantrum Dibedakan Sesuai Usia, Simak 5 Tipsnya

Telepas dari itu, dalam kehidupan keluarga pasti pernah ada anak yang sudah bukan usia wajar untuk tantrum namun masih menunjukan perilaku tantrum.

Menurut laman Childmind Institute, situasi itu disebut sebagai disruptive mood dysregulation disorder (DMDD) atau gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan mudah marah dan ledakan amarah. Dalam kondisi ini, anak-anak tidak dapat mengelola emosi mereka dengan cara yang sesuai dengan usianya.

Anak-anak yang menderita DMDD biasanya memiliki temperamen yang sulit sejak bayi. Mereka sulit menenangkan diri dan kesulitan beradaptasi dengan perubahan tanpa menjadi marah atau kehilangan kesabaran.

Baca juga:

Hai Bunda! Begini Cara Hadapi Anak Yang Pilih Pilih Makanan

Saat masih balita, mereka berkemauan keras dan sulit diatur. Kemudian pada usia sekolah dasar, mereka masih mengamuk yang tidak lagi sesuai dengan perkembangannya.

Biasanya anak yang DMDD menunjukan perilaku seperti tantrum, berteriak, memukul meja. Lalu di sela-sela amukan, anak-anak dengan DMDD biasanya mudah tersinggung. Mereka mudah marah dan tidak tahan frustrasi.

Faktor lain yang memicu sifat DMDD pada anak, mereka mengalami kesulitan membaca ekspresi wajah. Mereka cenderung memandang wajah netral secara lebih negatif, dan wajah yang sedikit negatif sebagai orang yang sangat menghakimi atau bahkan bermusuhan, dan mereka bereaksi dengan bertindak.

Baca juga:

Cegah Tantrum Sejak Dini, Performa Anak pun Meningkat

Ada enam cara untuk mengetahui bagaimana DMDD didiagnosis:

1. Ledakan emosi yang parah, baik secara verbal (berteriak), perilaku (agresi fisik) atau keduanya.

2. Ledakan emosi tidak sebanding dengan provokasi yang ada dan tidak sesuai dengan usia anak.

3. Ledakan amarah terjadi rata-rata tiga kali atau lebih dalam seminggu.

4. Suasana hati di antara ledakan amarah adalah terus-menerus mudah tersinggung atau marah hampir sepanjang hari.

5. Gejala-gejala ini telah muncul setidaknya di tiga tempat, selama 12 bulan atau lebih.

6. Anak tersebut tidak boleh berusia di bawah 6 tahun atau di atas 18 tahun, dan timbulnya gejala harus terjadi sebelum usia 10 tahun

Ssbagai informasi, DMDD tidak dapat didiagnosis sebelum anak berusia enam tahun karena amukan masih merupakan bagian dari perkembangan normal pada saat itu. (Tka)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan