Ranggong Daeng Romo, Pahlawan Gerilya Asal Sulawesi Selatan


Pahlawan gerilya asal Sulawesi Selatan Ranggong Daeng Romo. (Istimewa)
RANGGONG Daeng Romo lahir di Kampung Bone-Bone, Polongbangkeng, Sulawesi Selatan, pada tahun 1915. Ia merupakan anak dari pasangan Gallarang Moncokomba Mangngulabba Daeng Makkio dengan Bati Daeng Jimo.
Setelah menyelesaikan pendidikan di salah satu pesantren Cikoang, Ranggong Daeng Romo kemudian melanjutkan pendidikan di Hollandsch Inlandsch School (HIS, setara dengan sekolah dasar) dan lulus pada tahun 1929.
Setelah Indonesia merdeka, persisnya pada tanggal 16 Oktober 1945, Ranggong Daeng Romo memimpin Angkatan Muda Bajeng, untuk membakar semangat para pemuda dalam melawan penjajahan tentara Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA, Pemerintahan Sipil Hindia Belanda).
Dua bulan kemudian, Rabu, 5 Desember 1945, ia diangkat menjadi Komandan Barisan Gerakan Muda Bajeng, yang kegiatannya tak hanya pada bidang kemiliteran, tetapi juga di bidang pemerintahan.
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan, ia bersama Gerakan Muda Bajeng tak jarang mengalami bentrok senjata dengan pasukan kolonial Belanda. Dengan mengerahkan 100 pasukan Gerakan Muda Bajeng, ia menyerang pangkalan serdadu kolonial Belanda di Pappu, Takalar, Kamis, 21 Februari 1946.
Keesokan harinya, Ranggong Daeng Romo kembali melakukan serangan terhadap pasukan kolonial Belanda di Polleke yang hendak mendirikan pertahanan. Sekitar 300 orang ia kerahkan dalam pertempuran tersebut. Belanda kembali dipukul mundur.
Pada 1 Maret 1946, sebanyak 20 orang pasukan kolonial NICA tewas akibat serangan yang dilancarkan oleh Ranggong Daeng Romo. Seminggu kemudian, serangan kembali digencarkan ke pertahanan kolonial di Pappu Takalar.
Serangan demi serangan yang dilancarkan Ranggong Daeng Romo terus berlanjut sampai Juni 1946. Pada tanggal 17 Juli 1946, semua laskar di Sulawesi Selatan bersatu dengan nama Laskar Pemberontakan Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris), dan Ranggong Daeng Romo dipilih sebagai Panglima Lapris.
Saat Lapris terbentuk, pasukan kolonial Belanda dibikin tak berkutik. Pasukan tempur khusus tersebut mampu membuat langkah NICA menjadi berantakan. Operasi militer secara besar-besaran pun kerap dilakukan Ranggong Daeng Romo.
Namun, pada Jumat, 28 Februari 1947, pasukan kolonial NICA akhirnya berhasil memukul mundur pasukan Lapris yang terkenal gagah berani itu. Dalam pertempuran tersebut, panglima sekaligus pemimpin gerilya Sulawesi Selatan, Ranggong Daeng Romo tewas.
Setelah berjuang mati-matian melawan kolonial Belanda, Ranggong Daeng Romo terkapar bersimbah darah. Jenazahnya dimakamkan di Lengger, Takalar, Sulawesi Selatan.
Untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa Ranggong Daeng Romo, pemerintah menganugerahkan ia sebagai Pahlawan Nasional, berdasarkan SK Presiden No 109/TK/Tahun 2001. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Rumah Kecil Pahlawan Nasional Slamet Riyadi Memprihatinkan, DPRD Solo Ajukan Dana Revitalisasi APBD

Pejuang dan Tokoh Pendiri DI/TII Daud Beureueh Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprahnya
Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya

Wamensos Sebut Keputusan Gelar Pahlawan Soeharto Ada di Istana

Hari Buruh 2025: Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Intip Profilnya

Pesan Usman Hamid di Perayaan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika, Ingatkan Soal Soekarno dan Soeharto

Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Setara Institute: Tak Memenuhi Syarat!

Polemik Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Setara Institute Khawatir soal Kebangkitan Orba

Rencana Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional Tuai Polemik, Mensos: Wajar, Manusia Punya Kekurangan dan Kelebihan

Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Titiek: Jasanya Begitu Besar
