PSI Kritik Rencana Kejaksaan Tawarkan Restorative Justice Kasus Mario Dandy
Tersangka Mario Dandy Satrio (kiri), Shane (kanan) saat rekonstruksi kasus penganiayaan Cristalino David Ozora di Jakarta, Jumat (10/3/2023). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
MerahPutih.com - Wacana penawaran restorative justice (RJ) yang dilontarkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Redha Mantovani dalam penanganan kasus penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo terhadap anak pengurus GP Anshor, David Ozora, menuai kritik.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mempertanyakan wacana tersebut. Pasalnya, kasus ini belum sampai ke kejaksaan dan David selaku korban masih dalam kondisi sakit.
"RJ tidak dapat diterapkan pada semua kasus. Dan yang utama, harus melihat perspektif korban. Salah kaprah bila membicarakan RJ pada saat korban masih terbaring tak berdaya," kata Juru Bicara PSI Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/3).
Baca Juga:
Langkah Kejati DKI Tolak Restorative Justice di Kasus Mario Sudah Tepat
Menurut Bimmo, kejaksaan harus menunggu pasal yang diajukan oleh penyidik sebelum menerapkan RJ. Sebelumnya, polisi menyatakan akan mengenakan pasal 355 KUHP kepada tersangka Mario Dandy Satriyo.
Selain itu, Bimmo menerangkan tujuan RJ dalam kasus ini adalah mengembalikan keadilan dengan memperhatikan masa depan korban.
"Tidak semua tindak pidana applicable untuk keadilan restoratif," ujarnya.
Mario Dandy, kata politisi lulusan Universitas Groningen ini, adalah orang dewasa dan tindak pidana yang disangkakan tergolong berat. Sehingga menurut Bimmo, tidak tepat penerapan RJ untuknya.
"Dalam kasus ini rasa keadilan publik juga terusik, sehingga saya kira jaksa harus menahan keinginan untuk menerapkan RJ," lanjutnya.
Baca Juga:
Kejati DKI Tutup Opsi Restorative Justice untuk Mario Dandy dan Shane Lukas
PSI menilai, membicarakan keadilan restoratif pada kasus ini akan meneruskan kesalahan pemahaman tentang konsep dan tujuan keadilan restoratif dalam sistem pemidanaan.
"Kita ingin RJ diterapkan dalam perspektif kepentingan korban. Bilapun pelaku masih anak, maka penerapannya harus selektif sesuai tindak pidana yang disyaratkan undang-undang. Jangan gebyah-uyah," ujarnya.
Kecenderungan jaksa memaksakan keadilan restoratif tanpa memerhatikan perspektif korban akan kontra produktif. Dikhawatirkan, efek jera tidak akan terjadi dan pengulangan tindak pidana rentan terjadi.
Lebih jauh lagi PSI mengingatkan agar jangan sampai timbul persepsi di masyarakat bahwa kejaksaan memberi ruang bagi mereka yang punya kekuatan finansial dan berkuasa mendapatkan potongan hukuman bahkan dibebaskan melalui mekanisme RJ.
"Saya yakin Pak Kajati sangat memahami tujuan RJ. Jadi mohon untuk dapat menahan diri. Jangan jadikan RJ sebagai pemenuhan target. Keadilan bukanlah mengenai statistik dan angka," tutup Bimmo. (Pon)
Baca Juga:
Fakta Baru Kasus Penganiayaan Mario Dandy terhadap David Ozora
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Musim Hujan Ekstrem, Anggota Dewan PSI Nilai Pramono Gamang Pilih Kebijakan Hiburan atau Penanganan Banjir
Jumat Malam Tol JORR Macet Parah, PSI Minta Jam Operasional Truk di Jakarta Dibatasi
Pelantikan PSI Solo, DPD PSI Solo Undang Jokowi Jadi Saksi
Dewan PSI Sesalkan Pemotongan Anggaran Subsidi Pangan, tapi Malah Tambahin Dana Forkopimda Rp 200 Miliar
Dikasih Topi Logo Gajah, Jokowi Ngaku Ngomong Banyak Hal Dengan Sekjen PSI
PSI Ungkap Pengurangan Anggaran Berimbas pada Penghapusan BPJS Kesehatan 1,3 Juta Warga DKI
PSI DKI Temukan Anggaran Fantastis Pembelian Lampu Operasi di Dinkes, Nilainya Capai Rp 1,4 Miliar
Rp 14,6 Triliun DKI Ngendap di Bank, PSI Soroti Belanja Subsidi dan Modal yang Mampet
Pemprov DKI Ungkap Mafia Kios di Pasar Barito, PSI Sebut Preseden Negatif yang Menunjukkan Kelalaian Pemda
PSI Usul Pelelangan Ikan Masuk Kawasan Tanpa Rokok