PKS Minta Negara Waspadai Motif Terselubung Dalam Program Vaksinasi

Ilustrasi seseorang divaksin (Antara/Pixabay)
Merahputih.com - Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Aher meminta negara harus memastikan program vaksinasi berada dalam kendali satu pintu agar transparan, mudah dievaluasi dan dilakukan pengawasan.
Jangan sampai kran vaksin mandiri ini menimbulkan 'potong kompas' pengusaha dengan beli langsung dari produsen. Karena, potensi konglomerasi dan komersialisasi dalam program vaksinasi COVID-19 sangat terbuka.
Baca Juga
Kemenkes Keluarkan SE Vaksinasi COVID-19 Pada Lansia, Komorbid dan Penyintas
"Jika sudah masuk skema konglomerasi, bagaimana nasib rakyat miskin untuk mendapat vaksin?," kata Netty kepada wartawan, Senin (19/2).
Netty menuturkan pentingnya satu komando dalam program vaksinasi dan memperhatikan skema pengadaan vaksin sesuai aturan yang berlaku di Tanah Air. Selain otoritas penggunaan darurat (Emergency Use Authorization), ada juga standar kehalalan vaksin.
Sejauh ini baru vaksin dari Sinovac yang dapat persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Netty menyoroti hal itu terkait pemerintah yang mempertimbangkan vaksin mandiri atau gotong royong sebagai saran dari pengusaha, untuk meringankan pembiayaan dan mempercepat tercapainya kekebalan kelompok.
Sekitar 26 juta karyawan badan usaha milik nasional (BUMN) dan swasta akan mendapat prioritas vaksinasi setelah tenaga kesehatan dan tenaga pelayanan publik. Netty mempertanyakan motif di balik usulan pelibatan swasta dalam pelaksanaan vaksinasi mandiri.
Isu vaksin mandiri oleh BUMN pernah mencuat di awal program vaksinasi, namun ditepis oleh pemerintah dengan menyampaikan secara terbuka bahwa vaksinasi gratis untuk seluruh rakyat Indonesia.

Jika sekarang muncul lagi isu melibatkan sektor swasta untuk mengadakan dan melaksanakan vaksinasi secara mandiri atau gotong royong, perlu dipertanyakan apa motif dibalik usulan tersebut.
'Benarkah untuk meringankan biaya dan mempercepat kekebalan kolektif, atau ada motivasi lain? Demi asas keadilan, jangan sampai ada motif terselubung," ujar Ketua Tim Covid-19 FPKS DPR RI itu.
Hingga saat ini belum ada payung hukum yang mengatur tentang vaksin mandiri, kecuali terkait proses pengadaan yang dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020.
Perpres itu memberi ruang pengadaan vaksin, termasuk jenis dan jumlahnya, melalui penunjukan langsung badan usaha penyedia. Bahkan melalui kerja sama dengan lembaga atau badan internasional dengan persetujuan Menteri Kesehatan.
Baca Juga
Lantik Pengurus DPTW DKI Baru, PKS Targetkan Tambah Kursi Pemilu 2024
Jangan sampai pemerintah memainkan celah hukum tersebut untuk memberikan prioritas pada kelompok pengusaha yang memiliki dukungan finansial dan mengabaikan masyarakat lainnya.
Apalagi jika di dalamnya ada motif tersembunyi berupa mengambil keuntungan di tengah kesulitan," ujar istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Herryawan ini. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025

KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19

KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI

COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin
