Pengelolaan Diri Sebagai Kunci bagi Kesehatan Mental


Mengelola diri dengan baik dapat membuat kesehatan mental menjadi lebih baik. (Foto: Pixabay/totalshape)
KUNCI penting bagi kesehatan mental adalah pengelolaan diri. Ini dapat mempengaruhi pola pikir, perasaan, dan tindakan yang diambil.
Sikap tersebut dapat mengatur kognisi, emosi, dan tingkah laku seseorang untuk beradaptasi sesuai tuntutan lingkungan yang selalu berganti.
Baca Juga:
Stigma Negatif dan Mitos Jadi Penghambat Penanganan Kesehatan Mental

Hal itu disampaikan Bagus Takwin, dosen dan Ketua Laboratorium Kognisi, Afek dan Well-being Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada webinar Hari Kesehatan Mental Dunia yang diadakan ITB dengan topik Mengelola Diri, Memelihara Kesehatan Mental yang Baik.
“Jaga keseimbangan perlu kontrol diri,” kata Bagus Takwin. Ringkasnya, dia menjelaskan, kesehatan mental adalah keadaan sementara pengelolaan diri adalah fungsi untuk menjalankan keadaan tersebut.
Di dalam pengelolaan diri ada pengaturan diri, yaitu pemahaman dan penanganan perkembangan individu yang merancang dan menjaga langkah-langkah untuk mencapai tujuan.
Berikutnya adalah pengendalian diri yakni kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengubah reaksi terhadap situasi yang dialami untuk menghindari perilaku kurang baik. Selanjutnya, pemantauan diri atas keadaan diri sendiri jika orang tersebut mengalami gejolak dalam kesehatan mental sekaligus menggerakan diri menuju keadaan yang lebih baik.
“Pengelolaan diri dapat dilakukan dengan aksi-aksi kecil, seperti merawat diri, menfokuskan perhatian kepada satu tugas, hingga berpikir sebelum berkata apa pun,” katanya.
Baca Juga:
Kenali Empat Cara Mudah Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Di samping itu, resiliensi dalam pengelolaan diri dapat dimulai dengan melihat tantangan sebagai proses belajar dan peluang untuk mengasah keterampilan. Lalu, proses belajar ini dikembangkan menuju perspektif hidup yang optimis, positif, dan realistis dengan kepribadian yang konstruktif, kuat dan sehat.
Bagus Takwin juga mengungkap bahwa menurut WHO, kesehatan mental dikaitkan dengan well-being, di mana pendefinisiannya fokus terhadap aspek positif berupa kesejahteraan dan kebahagiaan. Namun, istilah ini kurang tepat bagi mereka yang sedang mengalami pergumulan. Karena kebanyakan orang merasa emosi baik maupun buruk, pengartiannya diubah menjadi “keseimbangan internal yang dinamis”.
Keseimbangan ini mendorong orang-orang untuk keluar dari keterpurukan dan menggunakan kemampuan mereka selaras dengan nilai masyarakat.
Mencapai keseimbangan harmonis tergantung pada kemampuan individu, yaitu keterampilan kognitif dan sosial dasar untuk mengenali, mengekspresi, memodulasi, dan berempati dengan emosi diri sendiri maupun orang lain.
Selain itu, kapabilitas ini menambah resiliensi seseorang dalam mengatasi peristiwa-peristiwa hidup yang sulit. Nilai-nilai universal pun dapat diakui untuk saling peduli sesama, yang berupa menghormati and merawat diri sendiri, orang lain, makhluk hidup, dan lingkungan sekitar. (Imanha/Jawa Barat)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
