Ketika Lapo Jadi Tempat Bernyanyi dan Berdebatnya Orang Batak
Lapo bukan hanya sekadar tempat makan. (Foto: Instagram/@suaraparmitu)
GEBRAK meja, minum tuak, bernyanyi, angkat kaki, dan berdebat, adalah suasana yang kira-kira kamu temui jika pergi ke lapo. Tongkrongannya orang Batak ini bukan hanya sekadar tempat untuk membeli lauk saja, tetapi juga memberikan kehangatan satu sama lain. Yuk, kenal lebih dekat dengan lapo.
Menurut KBBI, lapo berasal dari kata 'lepau' yang artinya warung atau kedai. Dahulu, istilah ini merujuk pada beranda di belakang rumah yang digunakan sebagai dapur.
Lapo sebenarnya sama seperti rumah makan minang, warung tegal, dan warung-warung lainya. Di lapo, kamu akan menemukan berbagai macam makanan khas Batak dan minuman tradisional tuak. Itu kenapa lapo sering disandingkan dengan kata tuak.
Tradisi lapo ini awalnya lahir dari konsep pemukiman Batak tradisinoal yang ada di Tanah Batak. Dahulu, laki-laki yang lelah bekerja di sawah atau ladang seharian biasanya melepas penat dengan cara bercakap satu sama lain. Tuan rumah pun biasanya menyuguhkan tuak untuk menghangatkan badan.
Seiring berjalannya waktu, lahan pertanian pun semakin menciut dan suguhan tuak gratis perlahan menghilang. Tempat berkumpul yang ada sebelumnya beralih fungsi menjadi kegiatan komersil. Maka akhirnya muncul istilah lapo untuk tempat berjualan.
Memasuki era 1950-an, lapo tidak hanya menyediakan tuak saja tetapi juga ada daging babi olahan khas Batak, serta ikan mas. Lapo juga menjadi tempat bersosialisasinya orang Batak dan berkenalan dengan orang baru. Meskipun baru kenal, orang Batak biasanya akan menyambut orang tersebut seperti sudah kenal lama.
Baca juga:
Menu Populer Negara Kumaha Aing: Sambalado Tanak Jariang (Jengkol) asal Padang
Lihat postingan ini di Instagram
Budaya berdiskusi, berdebat, hal itu lumrah ditemui di lapo. Selalu ada saja hal yang diperdebatkan. Bahkan, profesi-profesi tak terduga tiba-tiba muncul, seperti menganalisis politik hingga hukum negara. Mulai dari sini karakter dibentuk dan orang Batak ahli berdebat serta memunculkan profesi tertentu seperti pengacara.
Tujuan pergi ke lapo pun sebenarnya bukan sekadar mengisi perut saja. Biasanya, bapak-bapak yang datang dan sering main ke lapo hanya ingin sekadar nongkrong. Ajang hiburan pun juga ada di lapo mulai dari main kartu, menonton berita di TV tabung, hingga bernyanyi dengan gitar sambil pecah suara. Tak heran, orang Batak sering dicap memiliki suara yang merdu.
Baca juga:
Banyak musisi pop Batak ternama yang menapaki kiprahnya dari kelas lapo, salah satunya adalah seniman dan komponis Nahum Situmorang. Banyak lagu-lagunya tercipta saat menghabiskan waktu nongkrong di lapo. Sebut saja seperti Pulo Samosir.
Seiring berjalannya waktu, lapo bukan hanya dikunjungi olah satu kelas tertentu. Orang berpendidikan tinggi hingga orang kaya pun semuanya bersatu dalam nikmatnya tuak.
Di Jakarta misalnya, lapo-lapo sudah mudah ditemui dan menjadi tempat favorit anak muda. Pada akhirnya, lapo dan orang Batak jadi dua insan yang tidak bisa dipisahkan. Horas! (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Hasil Lab Nyatakan Halal, Bakso Viral di Solo Buka Kembali dan Bagikan 450 Porsi Gratis
Jalan Panjang Mimpi Besar Kuliner Indonesia, Saatnya Belajar Gastrodiplomacy dari Korsel & Thailand
Jamuan ala ‘Bon Appetit, Your Majesty’ di KTT APEC, Menu Khas Korea dengan Sentuhan Modern dan Kemewahan
Kuah Keju Sensasi Inovasi Baru Menikmati Bakso Tradisional
Jakarta Coffe Week 2025 'A Decade of Passion' Siap Digelar 31 Oktober - 2 November, Etalase Kopi Tanah Air
Makanan Khas Demak yang Unik dan Wajib Dicoba, 10 Rekomendasi Terlezat!
10 Kuliner Khas Kudus yang Wajib Dicoba, dari Soto Kerbau hingga Gethuk Nyimut
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda
Jepang Selamat dari Ancaman Kekurangan Bir, Perusahaan Asahi kembali Berproduksi setelah Serangan Siber
Deretan Acara Café Brasserie Expo 2025, Pilihan Terbaik Bagi Para Pencinta F&B