Jalan Panjang Mimpi Besar Kuliner Indonesia, Saatnya Belajar Gastrodiplomacy dari Korsel & Thailand
Saatnya Indonesia Belajar Gastrodiplomacy dari Korsel & Thailand. (Foto: unsplash/haryo)
MerahPutih.com - Aroma rempah yang khas, citarasa gurih, hingga tradisi makan yang sarat makna menjadikan kuliner Indonesia sebagai salah satu kekayaan budaya paling berharga di dunia. Namun, tantangan besar masih tersisa: bagaimana menjadikan kuliner Nusantara bukan hanya sekadar warisan lezat, tetapi juga alat diplomasi budaya yang berdaya saing global.
Dalam sesi diskusi panel di IdeaFest 2025 hari pertama, para pakar menegaskan diplomasi gastronomi (gastrodiplomacy) bukan sekadar promosi makanan di luar negeri. Lebih dari itu, gastrodiplomacy merupakan strategi kebudayaan dan ekonomi yang memperkenalkan identitas bangsa melalui cita rasa.
Baca juga:
Belajar dari Thailand dan Korea Selatan
Founding Member Dewan Kuliner Indonesia Alda Chairani, mengakui kuliner nusantara memiliki potensi besar untuk bersinar, tetapi perlu belajar dari Thailand dan Korea Selatan.
Thailand sukses melalui Global Thai Restaurant Project sejak 2002, yang kini menghasilkan lebih dari 17.000 restoran Thai di seluruh dunia pada 2024.
Sebaliknya, Korea Selatan sukses memanfaatkan Hallyu (gelombang budaya pop) untuk memperkenalkan makanan seperti ramyeon, kimchi, dan tteokbokki ke pasar global.
Baca juga:
10 Kuliner Khas Kudus yang Wajib Dicoba, dari Soto Kerbau hingga Gethuk Nyimut
"Kalau bicara gastrodiplomacy, Thailand dan Korea itu dua contoh paling sukses. Mereka tidak hanya menjual rasa, tapi menjual cerita dan konsistensi. Semua bergerak bersama mulai dari pemerintah, akademisi, dan industri," ujar Alda.
Tantangan Jalan Panjang Diplomasi Kuliner Indonesia
Indonesia memiliki modal kuat berupa rempah melimpah, keragaman rasa, dan diaspora luas. Namun, masalah utama terletak pada kurangnya strategi dan kesinambungan program.
“Kalau negara lain membangun branding kuliner selama bertahun-tahun, kita jangan terus mulai dari nol setiap pergantian program,” ungkap Chef Ray Janson.
Sementara itu, Chef Vindex Tengker, Vice President Association of Culinary Professionals Indonesia, menilai Indonesia perlu memperkuat fondasi kuliner terlebih dahulu.
Baca juga:
Icip-Icip Kuliner Era 80-an Korea Selatan, Rasanya Beragam dengan Berbagai Banchan
“Kita harus punya kurikulum kuliner yang kuat, riset bahan pangan lokal, dan dukungan konkret untuk para chef muda. Tanpa itu, sulit menciptakan standar yang bisa diakui dunia,” tuturnya.
Dengan potensi besar yang dimiliki, perjalanan diplomasi kuliner Indonesia masih panjang. Namun, jika dikelola dengan visi kuat dan kolaborasi lintas sektor, bukan tidak mungkin sate, rendang, dan soto suatu hari nanti akan menjadi bahasa universal yang memperkenalkan Indonesia ke dunia. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Jalan Panjang Mimpi Besar Kuliner Indonesia, Saatnya Belajar Gastrodiplomacy dari Korsel & Thailand
Jamuan ala ‘Bon Appetit, Your Majesty’ di KTT APEC, Menu Khas Korea dengan Sentuhan Modern dan Kemewahan
Kuah Keju Sensasi Inovasi Baru Menikmati Bakso Tradisional
Jakarta Coffe Week 2025 'A Decade of Passion' Siap Digelar 31 Oktober - 2 November, Etalase Kopi Tanah Air
Makanan Khas Demak yang Unik dan Wajib Dicoba, 10 Rekomendasi Terlezat!
10 Kuliner Khas Kudus yang Wajib Dicoba, dari Soto Kerbau hingga Gethuk Nyimut
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda
Jepang Selamat dari Ancaman Kekurangan Bir, Perusahaan Asahi kembali Berproduksi setelah Serangan Siber
Deretan Acara Café Brasserie Expo 2025, Pilihan Terbaik Bagi Para Pencinta F&B
Coco Series dari Roemah Koffie Dikenalkan di Athena, Membawa Ciri Khas Tropis