Aspri Eks Menpora Didakwa Terima Suap Rp 11,5 M dan Gratifikasi Rp 8,6 M

Mantan Menpora Imam Nahrawi seusai diperiksa KPK (MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum didakwa oleh jaksa penuntut umum pada KPK menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI.
Penerimaan suap itu diduga dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI, Johnny E Awuy. Jaksa KPK menduga, perbuatan Ulum dilakukan bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Imam juga telah dijerat dalam perkara yang sama.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang perbuatan berlanjut, telah menerima hadiah atau janji yaitu, terdakwa bersama Imam Nahrawi telah menerima hadiah beruoa uang sejumlah Rp11,5 miliar," kata Jaksa Ronald Worotikan membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1).
Baca Juga:
Tanggapan KPK soal Menpora Imam Nahrawi Disebut Dapat Jatah Rp 1,5 M dari KONI
Menurut Jaksa KPK terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Ulum. Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Gemes 2018.
Sementara kedua, proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun Kegiatan 2018. Ronald menyebut, uang itu diterima Ulum dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jendral KONI, dan Jhonny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI.
"Patut diduga, hadiah tersebut diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI pusat kepada Kemenpora pada 2018, yang bertentang dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Imam Nahrawi selaku Menpora," ujar Jaksa Ronald.
Selain didakwa menerima suap, Ulum juga disebut menerima gratifikasi bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebesar Rp 8,6 miliar.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sejumlah total Rp 8.648.435.682," kata Jaksa Ronald.

Jaksa merinci, penerimaan penerimaan gratifikasi itu dilakukan secara bertahap. Pertama, uang senilai Rp 300 juta dari Ending, kemudian Rp 4,9 miliar sebagai uang tambahan operasional Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019.
Selain itu, uang senilai Rp 2 miliar sebagai Pembayaran jasa desain konsultan arsitek kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI Tahun Anggaran 2015 sampai dengan Tahun 2016 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA.
Kemudian, uang senilai Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016-2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA.
Terakhir, uang sejumlah Rp 400 juta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
"Penerimaan tersebut berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019 yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku penyelenggara negara," pungkas Jaksa Ronald.
Baca Juga:
Kuasa Hukum Imam Nahrawi Sebut KPK Dendam Kesumat dengan Kliennya
Atas perbuatannya, Ulum didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ulum juga didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Nama 5 Bos Travel yang Diperiksa KPK Terkait Dugaan Uang Palak Kuota Haji

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Rudy Tanoesoedibjo

Bupati Manokwari Hermus Indou Dilaporkan ke KPK terkait Dugaan Korupsi

KPK Periksa Bupati Pati Sudewo, Dalami Dugaan Fee Proyek DJKA yang Mengalir ke DPR

Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA

KPK Bakal Panggil Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Moridu Buntut LHKPN yang Tak Sesuai

KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA

Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara

KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia
