AS Tekan OPEC Lewat RUU Tanpa Kartel Penghasil dan Pengekspor Minyak


OPEC. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kelompok produksi minyak Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) melanjutkan pemotongan 2 juta barel per hari, menetapkan harga dasar pada harga minyak global, dengan patokan internasional Brent diperdagangkan sekitar USD 82,60 per barel pada Rabu (8/3/2023).
Sementara Rusia mengatakan akan memangkas produksi sebesar 500.000 barel per hari pada Maret setelah negara-negara Kelompok Tujuh (G&), Uni Eropa dan Australia menetapkan batas USD 60 per barel pada harga ekspor minyak mentah Rusia yang dibawa melalui laut sebagai tanggapan atas perangnya di Ukraina.
Baca Juga:
Produksi Minyak Dikurangi, Amerika Serikat Sebut OPEC Plus Picik
OPEC belum mengindikasikan akan meningkatkan produksi, dengan seorang pejabat Angola mengatakan kepada Reuters di Houston pada konferensi CERAWeek bahwa tidak perlu meningkatkan produksi untuk mengimbangi pengurangan pasokan Rusia.
Sekelompok senator AS bipartisan pada Rabu (8/3/2023) mengatakan mereka telah memperkenalkan kembali undang-undang untuk menekan para produsen minyak agar berhenti melakukan pengurangan produksi.
RUU yang disebut Tanpa Kartel Penghasil dan Pengekspor Minyak atau NOPEC, diperkenalkan kembali oleh senator Chuck Grassley, seorang Republikan, dan Amy Klobuchar, seorang Demokrat, dan lainnya di Komite Kehakiman.
Jika disahkan oleh komite, baik kamar Kongres maupun ditandatangani oleh Presiden Joe Biden, NOPEC akan mengubah undang-undang antimonopoli AS untuk mencabut kekebalan kedaulatan yang telah melindungi anggota OPEC+ dan perusahaan minyak nasional mereka dari tuntutan hukum atas kolusi harga.
Beberapa upaya untuk meloloskan NOPEC selama lebih dari dua dekade telah lama mengkhawatirkan pemimpin de facto OPEC Arab Saudi, membuat Riyadh melobi keras setiap kali versi RUU itu muncul.
RUU itu disahkan komite 17 empat tahun lalu setelah kelompok produsen OPEC+, yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, setuju untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari.
"Kartel minyak dan negara-negara anggotanya perlu mengetahui bahwa kami berkomitmen untuk menghentikan perilaku antipersaingan mereka," kata Grassley, pendukung industri bahan bakar etanol berbasis jagung.
Klobuchar menegaskan, undang-undang saat ini telah membuat Departemen Kehakiman tidak berdaya untuk menghentikan 13 negara penghasil minyak terbesar dari memanipulasi harga dan menaikkan biaya-biaya.
Baca Juga:
Risiko Meningkat, OPEC Menurunkan Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Penyebab Harga Minyak Mentah Indonesia Meroket di Bulan Juni 2025

Konflik Timur Tengah Berkepanjangan Ancam Harga Minyak Mentah, Pemerintah Diminta Siapkan Skenario

Guru Besar UI: Perang Iran - Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di Indonesia

Perang Iran-Israel Berlanjut, Pakar Sarankan Pemerintah Realokasi Anggaran Tutupi Subsidi BBM

Selat Hormuz Ditutup Iran, Rakyat Kecil di Indonesia Makin Menjerit Karena Harga Minyak berpotensi Melonjak

Suasana di Timur Tengah Makin Intens, Komisi XI DPR: Pemerintah Harus Miliki Skenario Krisis Hadapi Gejolak Global

Imbas Konflik AS-Israel Lawan Iran, APBN Indonesia Terancam Makin ‘Menjerit’

Parlemen Iran Setuju Tutup Selat Hormuz, 4 Ancaman Besar Intai Dunia

Harga Minyak Bisa Melonjak Akibat Perang Iran dan Israel, Indonesia Harus Segera Amankan Pasokan

Tensi Iran vs Israel Terus Meningkat, Selat Hormuz Terancam Ditutup dan Harga Minyak Mentah Bisa Tembus Rp 1,9 Juta per Barel
