Todung Mulya Lubis Ungkap Imajinatifnya Penyidik KPK dalam Upaya Tersangkakan Hasto


Tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Foto: MerahPutih.com/Ponco)
MerahPutih.com - Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, memberikan pernyataan sebagai tanggapan resmi atas substansi jawaban pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Ditemukan sejumlah poin yang menunjukkan kesewenang-wenangan penyidik KPK dalam proses penersangkaan Hasto. Kuasa hukum atas nama Todung Mulya Lubis, Maqdir Ismail, Ronny Talapessy, dan Alvon Kurnia Palma, mengeluarkan pernyataan tersebut pada Sabtu (8/2).
“Jawaban KPK dan fakta persidangan mengkonfirmasi terjadinya sejumlah pelanggaran Hukum dalam pada proses penyidikan KPK,” ungkap Todung Mulya Lubis mewakili kuasa hukum.
Ia menyebutkan, KPK telah menyampaikan jawaban atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto. Dan pihaknya menemukan sejumlah ketidakkonsistenan sekaligus mempertegas adanya pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam melaksanakan penyidikan dan penetapan kliennya sebagai tersangka.
Baca juga:
Kuasa Hukum Hasto: Penyidik KPK Hanya Daur Ulang Cerita Lama, Bermasalah Secara Hukum Pidana
Todung memberi sebuah contoh. KPK memberikan uraian pokok perkara berisi tuduhan yang dibangun dengan cerita imajinatif tanpa dasar bukti yang kuat. Pada halaman 12 sampai dengan 17, KPK menguraikan sejumlah tuduhan tentang peran dan keterlibatan Hasto.
KPK menyebutkan, Hasto memerintahkan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah di kantor DPP PDIP dan mengatakan "tolong kawal surat DPP PDI Perjuangan yang keluar berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, amankan keputusan partai".
“Hal ini jelas bukanlah perbuatan melawan hukum, justru posisi Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP memiliki tugas untuk memastikan surat DPP PDIP yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung agar ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Artinya, lanjut Todung, KPK seolah-olah memframing bahwa perintah ini adalah bagian dari rangkaian suap yang dilakukan untuk meloloskan Harun Masiku.
Baca juga:
Praktisi Hukum Beberkan Tiga Fakta Oknum KPK Berusaha Kriminalisasi Hasto
"Padahal justru sesungguhnya klien Kami sebagai petugas partai sedang memperjuangkan hak dan kewenangan partai yang dijamin oleh Putusan Mahkamah Agung dan bahkan ditegaskan oleh Fatwa MA,” jelas dia.
Selain itu, lanjut Todung, KPK membangun tuduhan berdasarkan imajinasi dan bukan berdasarkan bukti bahwa seolah-olah Saeful Bahri dan Donny Tri melaporkan pada Hasto terkait kesepakatan dengan Harun Masiku tentang dana operasional ke KPU, dan hal tersebut dipersilakan oleh Hasto.
KPK juga meneruskan cerita dengan menguraikan seolah-olah Hasto mempersilakan dan menyanggupi untuk menalangi dana operasional ke KPU, dan rangkaian cerita lainnya sebagaimana tertuang pada poin 6 di halaman 13-16.
Ia mengupas bahwa uraian cerita KPK di atas diduga sebagai upaya menyudutkan Hasto. Padahal KPK mestinya menyadari, cerita tersebut adalah konstruksi perkara yang dibangun oleh KPK pada tahap penyelidikan dan penyidikan awal perkara ini.
Hal tersebut terlihat dari bukti-bukti yang digunakan sebagai dasar, yaitu: BAP 8 orang saksi yang dilakukan pada tanggal 8 Januari 2020, dan bukti-bukti lain yang didapatkan pada sekitar bulan Januari 2020 tersebut.
Sementara itu, cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri.
Pada pokoknya, tegas Todung, hasil pengujian tersebut menegaskan bahwa konstruksi perkara KPK terkait tuduhan terhadap Hasto tersebut mentah dan tidak terbukti. Berdasarkan hasil eksaminasi sejumlah ahli hukum yang telah dilakukan justru pada putusan tersebut tidak pernah disebutkan Hasto sebagai pelaku yang bersama-sama dalam perkara ini.
“Menjadi pertanyaan, apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020,” kata Todung.
Seharusnya, kata Todung, KPK mematuhi putusan pengadilan dan tidak bersikeras memaksakan cerita yang ternyata tidak didukung bukti yang kuat tersebut.
“Oleh karena itulah, kami menyebut konstruksi perkara KPK tersebut sebagai cerita yang disusun berdasarkan imajinasi yang gagal penyidik KPK,” pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Lelang HP Sitaan Koruptor: iPhone Hingga Samsung Mulai Harga Rp 1,9 Juta, Pahami Syarat dan Mekanismenya

KPK Periksa Wasekjen GP Ansor, Dalami Hasil Penggeledahan di Rumah Gus Yaqut

Mobil Peninggalan BJ Habibie yang Dibeli Ridwan Kamil Belum Lunas, Berpotensi Dirampas Negara untuk Dilelang

KPK Buka Peluang Minta Keterangan Ridwan Kamil dalam Kasus Pengadaan Iklan di BJB

KPK Akan Ekstrak Isi 4 HP Hasil Penggeledahan Buktikan Wamenaker Noel Bohong atau Tidak

KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

KPK Duga Ridwan Kamil Beli Mercy BJ Habibie Pakai Uang Korupsi Bank BJB

Penuhi Panggilan KPK, Ilham Habibie Tanggapi soal Mobil Mercy Warisan BJ Habibie

Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah

Selain Kuota, KPK Usut Keberangkatan Haji Khusus Tanpa Antre
