Tidi lo Polopalo, Seni Tari Sarat Makna dari Gorontalo


Tidi lo Polopalo, seni tari dari Gorontalo. (Website/infopublik.id)
Merahputih.com - Tarian Tidi lo Polopalo merupakan seni tari yang sarat makna kehidupan dari Provinsi Gorontalo. Saking khususnya, tarian ini dahulunya hanya diperuntukkan di lingkungan kerajaan.
Kemunculan tari Tidi lo Polopalo disebut pada masa kejayaan Kesultanan Gorontalo pada abad ke-XVI (1524 – 1581 Masehi). Masa itu dipimpin oleh Raja Sultan Amai yang mempunyai 3 orang anak yaitu, 1 anak laki-laki yang bernama Matolodulakiki, serta 2 orang anak perempuan yang masing-masing bernama Ladihulawa dan Pipito.
Diceritakan di masa itu, raja Sultan Amai ingin mengadakan sayembara untuk mencari seseorang yang akan dijadikan sebagai Hulubalang Raja.
Lalu Matolodulakiki pun membuat suatu persyaratan yang akan diuji untuk menjadi hulubalang, yang kemudian dikenal sebagai tradisi Molapi Saronde.
Melihat kenyataan itu, dua anak perempuan dari Sultan Amai tersebut merasa cemburu dan mereka pun meminta izin kepada sang raja untuk mengadakan suatu persyaratan tertentu seperti juga pada kaum laki-laki.
Baca juga:
Ilabulo, Kuliner Khas Gorontalo yang Dahulu Disajikan untuk Para Raja-raja
Putri Sultan Amai itupun menciptakan suatu tarian yang bernama Tidi lo Polopalo. Dengan menciptakan tarian tersebut, putri Sultan Amai ingin menyampaikan bentuk kehalusan rasa budi pekerti yang dimiliki kaum wanita, keramahtamahan serta pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang akan diembannya setelah berumah tangga.
Penamaan tari yang disebut Tidi lo Polopalo sendiri diambil dari bahasa Gorontalo. Di mana si penari menggunakan alat musik khas Gorontalo yaitu Polopalo, terbuat dari bambu atau pelepah daun rumbia yang mengeluarkan bunyi suara ketika dipukul.
Tarian Tidi lo Polopalo pada awalnya hanya digunakan di lingkungan istana, namun seiring perkembangan zaman, tarian ini diperuntukan untuk umum.
Kendati begitu, ada serangkaian hal yang mesti ditunaikan sebelum melaksanakan Tari Tidi lo Polopalo. Pertama, Mopodungga lo tonggu alias membayar perizinan adat, yang harus dilakukan oleh penyelenggara Tidi lo Polopalo.
Kedua, Mopodungga lo tonggu yang dilakukan dengan rangkaian adat yaitu keluarga pengantin harus menyerahkan sejumlah uang (sesuai ketetapan adat yang berlaku) yang diletakkan pada malam berhias, kepada pemangku adat.
Ketiga, penyerahan uang ke Baitul Maal sebagai uang kas mesjid atau lembaga peradatan.
Ketika melaksanakan Tari Tidi lo Polopalo diiringi dengan lantunan syair-syair yang dinyanyikan sang pengiring penari Tidi lo Polopalo. Dibawakan dengan lemah lembut sebab di dalam syair-syair banyak mengandung tema dan pesan tentang kehidupan. Terutama nasehat tentang pernikahan, bagaimana menghadapi cobaan mengarungi kehidupan berumah tangga. Sudah tentu, syair-syair ini dibawa dalam bahasa Gorontalo. (Tka)
Bagikan
Frengky Aruan
Berita Terkait
Jungkir Balik Nasib Wahyudin Moridu setelah Dipecat, Gagal Rampok Duit Negara Malah Jualan Es Batu

KPK Bakal Panggil Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Moridu Buntut LHKPN yang Tak Sesuai

PDIP Pecat Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Moridu Imbas Viral Video 'Rampok Uang Negara'

Berkiprah di Korea, Miyu Pranoto Harumkan Nama Indonesia Lewat Dunia Tari

Festival Solo Menari 2025: Angkat Tema Alam Lewat Ratusan Penari Daun

Selama 24 Jam 1.500 Orang Menari di Solo, Ada Perwakilan Dari Thailand dan Malaysia

Desa di 3 Kecamatan Boyolali Terendam Banjir, Tinggi Air Nyaris Mencapai Atap Rumah

Ikan Langka Mola-Mola 3,5 Meter Ditemukan Mati Terdampar di Pantai Gorontalo

Tari Ma'randing dari Sulawesi Selatan, Prosesi Pengantar Menuju Pemulasaraan
