Smong, Kearifan Lokal yang Selamatkan Banyak Nyawa saat Tsunami 2004
Smong adalah pengetahuan tentang ombak besar yang terekam dalam syair-syair warga Simeulue, sebuah pulau kecil yang tenang di barat Sumatra. (Foto: Unsplash/Silas Baisch)
Merahputih.com - Hari ini, dua puluh tahun lalu, tsunami melanda Aceh. Peristiwa ini menyisakan luka mendalam bagi masyarakat Aceh dan dunia.
Namun, di balik bencana tersebut, tersembunyi sebuah kisah kearifan lokal yang menyelamatkan banyak jiwa: smong.
Smong berarti ombak besar. Pengetahuan tentang ombak besar ini terekam dalam syair-syair warga Simeulue, sebuah pulau kecil yang tenang di barat Sumatra. Kearifan ini berupa tradisi lisan yang menyerupai nyanyian peringatan.
Menurut Cut Ananda Elanira dkk. dalam "Modernisasi Budaya Lokal Smong sebagai Bentuk Warisan Budaya Mitigasi Bencana", Smong adalah syair yang menggambarkan fenomena tsunami.
Baca juga:
Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh, Tantangan Deteksi Gempa di Indonesia dengan Ina-TEWS
"Cerita ini sering dituturkan oleh para orang tua kepada anak-anak mereka, dan telah menjadi bagian integral dari budaya dan identitas masyarakat Simeulue," tulis Cut Ananda dkk.
Tradisi ini menggambarkan bagaimana air laut yang surut secara tiba-tiba adalah pertanda datangnya gelombang besar. Kalau sudah begitu, penduduk harus segera mencari tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri.
Dahulu, menurut Kaksim dkk dalam "Syair Smong dalam Nyanyian Warisan Penyelamatan Diri dari Bencana Tsunami Aceh Simeulue", pewarisan budaya smong dilakukan oleh orang tua kala mengayunkan anak kecil dengan mendendangkannya.
Baca juga:
Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh, Mengintip Cara Kerja Operator Ina-TEWS
Ingatan itu terus terekam hingga bayi tumbuh. Orangtua melakukannya karena wilayah itu sangat rawan dengan gempa dan ombak besar atau smong.
Smong kini diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan dan didukung oleh teknologi digital. Dengan video animasi dan aplikasi, pesan ini menjangkau generasi muda, memastikan bahwa mereka memahami dan melanjutkan tradisi ini.
Namun, tantangan tetap ada. Terutama dalam menjaga keaslian Smong di tengah modernisasi. Risiko komersialisasi dapat mengaburkan nilai-nilai asli yang terkandung di dalamnya.
Refleksi dua dekade setelah tsunami Aceh mengingatkan pentingnya menghargai dan melestarikan kearifan lokal. Smong bukan hanya sekadar cerita masa lalu, tetapi juga pelajaran berharga untuk generasi masa depan tentang bagaimana membangun hubungan dengan alam. (dru)
Baca juga:
Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh, Mengenal Early Warning System Indonesia (Ina-TEWS)
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Jembatan Armco Hubungkan kembali Warga Birem Bayeun Aceh Timur
Politikus Sebut Harga Pangan di Aceh Naik 100 Persen, Daya Beli Warga Juga Melemah
Megawati Tegaskan Pentingnya Pendataan Bencana: Jangan Setelah Bersih Lalu Lupa
Pemerintah Diyakini Masih 'Sakti' Tangani Banjir Aceh Tanpa Campur Tangan Asing
Bendera Putih Bertebaran di Aceh setelah Bencana, Gubernur Mualem: itu bukan Bentuk Menyerah dan Putus Asa
Update Bencana Alam Sumatra: 1.059 Orang Meninggal, 192 Masih Dalam Pencarian
Hunian Sementara Korban Banjir Aceh Mulai Dibangun di Pidie, Aceh Tengah dan Gayo Lues Segera Menyusul
Jepang Cabut Imbauan Megaquake, Minta Warga Tetap Waspada Sepekan setelah Gempa Magnitudo 7,5
Aceh Minta Bantuan UNDP & UNICEF, Begini Respons Perwakilan PBB di RI
Pemda Aceh Minta Bantuan ke PBB, Pemerintah Diminta Buka Komunikasi agar tak Salah Persepsi