SETARA Institute: Komisi Reformasi Kepolisian Harus Jadi Instrumen Transformasi, Bukan Sekadar Simbolis
Gedung Mabes Polri. (MP/Kanu)
MerahPutih.com - SETARA Institute menilai rencana Presiden Prabowo Subianto membentuk Komisi Reformasi Kepolisian (KRK) tidak boleh sekadar menjadi respons jangka pendek yang bersifat simbolis.
Komisi ini harus diarahkan menjadi instrumen strategis untuk mempercepat transformasi Kepolisian RI serta menyelesaikan problem struktural dan kultural di tubuh Polri.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menegaskan bahwa tanpa visi transformasi yang jelas, keberadaan KRK berisiko dipersepsikan publik hanya sebagai gimik politik untuk meredam kritik, tanpa menghasilkan perubahan substantif.
“Keberadaan KRK juga perlu diarahkan untuk visi yang lebih luas, yakni penguatan demokrasi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Polri bukan hanya menghadapi krisis kepercayaan, tetapi juga menjadi salah satu aktor utama dalam praktik regresi demokrasi," ujar Halili di Jakarta, Jumat (19/9).
"Tanpa desain progresif bagi kerja-kerja komisi ini, Polri berisiko terus menjadi sumber regresi demokrasi, alih-alih menjadi pilar negara hukum, serta berpotensi menopang lahirnya otoritarianisme baru,” imbuhnya.
Baca juga:
SETARA Institute: Tewasnya Pengemudi Ojol Dilindas Rantis Brimob Cerminkan Pola Represif Polri
Ia menambahkan, gagasan reformasi kepolisian bukanlah isu baru. Sejak lama masyarakat sipil, termasuk SETARA Institute, telah mendorong agenda reformasi Polri.
Dalam kajian bertajuk Desain Transformasi Polri (2024), SETARA mendeteksi sedikitnya 130 masalah aktual yang melekat pada tubuh Polri.
Masalah-masalah tersebut mencakup seluruh mandat kepolisian, mulai dari penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman masyarakat, hingga pelayanan publik. Kondisi ini dinilai menyebabkan stagnasi dalam proses transformasi Polri.
Baca juga:
Prabowo Mau Reformasi Polri, SETARA Institute yakin Citra Negatif Polisi Bisa Terkikis
SETARA Institute desak Prabowo Ungkap Dalang di Balik Kerusuhan Demo, Rakyat juga Berhak Tahu
Halili menjelaskan, 130 masalah tersebut kemudian diringkas menjadi 12 tema besar yang menuntut respons sistemik.
Tema-tema itu meliputi Kedudukan Polri dalam struktur ketatanegaraan, kinerja pengawasan terhadap Polri, akuntabilitas proses penegakan hukum, tata kelola rumah tahanan dan jaminan perlindungan hak tahanan, orientasi pemidanaan dan penyimpangan tafsir kamtibmas, dan akuntabilitas penggunaan senjata api.
Selain itu, kinerja perlindungan dan pengayoman masyarakat, kinerja penanganan terorisme, akuntabilitas fungsi pelayanan publik, tata kelola pendidikan Polri, tata kelola organisasi dan manajemen sumber daya Polri, hingga hubungan antar lembaga
“Reformasi Polri harus ditempatkan sebagai agenda mendasar bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia. Ini bukan ‘kosmetik’ atau respons sesaat terhadap krisis legitimasi pemerintahan. Dengan transformasi kepolisian dan kelembagaan secara menyeluruh, kita punya harapan menuju transformasi negara-bangsa, menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Halili. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Pemerintah Sepakat Susun PP Pelaksanaan UU Kepolisian
Ganti Citra Pengamanan Nataru 2026, Polri Fokus Perkuat Branding Penjaga Kedamaian Spiritual Sosial
Pengamat Sebut Putusan MK Tentang Larangan Penempatan Polisi di Jabatan Sipil Picu Guncangan
Komisi III DPR Sebut Usul Kapolri Dipilih Presiden Ahistoris dan Bertentangan dengan Reformasi
Komisi III DPR Sebut Putusan MK bukan Larangan Mutlak Penugasan Anggota Polri, Justru Perjelas Status dan Rantai Komando
Perkap Polri 10/2025 Dikritik Mahfud MD, Dinilai Langgar Putusan MK
Komisi III DPR: Perkap Polri 10/2025 Jawab Kekaburan Norma Penugasan Anggota Polri
Dankodiklat TNI Buka Tarkorna XV, GM FKPPI Luncurkan Transformasi Berbasis AI
RS Polri Serahkan 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Drone ke Keluarga
Kebakaran di Cempaka Putih, Polisi Periksa 6 Saksi