Sekaten dari Syiar Islam jadi Panggung Pariwisata


Para pelajar mementaskan sendratari Tampah Sego Gurig saat pembukaan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) di Alun-alun Utara Yogyakarta, DI Yogyakarta, Jumat (4/12). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
MerahPutih Budaya - Pasar Malam Perayaan Sekaten resmi digelar di Alun-alun Utara Yogyakarta, Jumat (4/12). Panggung seni tradisi, musik nntradisi, pajangan stand, hingga perlombaan akan diadakan selama perayaan sekatenan berlangsung, dari 4 Desember hingga 23 Desember.
Sekaten merupakan tradisi Jawa. Masyarakat asli Jawa, sebelum penyebaran Islam oleh Walisongo di Tanah Jawa, memiliki tradisi pengorbanan hewan. Tradisi itu dilakukan dalam keramaian, biasanya di sekitar kawasan tanah kerajaan.
Di masa penyebaran Islam oleh Walisongo, tradisi mulai berubah. Bentuknya tak jauh berubah, namun subtansi diubah total. Dari kepercayaan agama yang bukan Islam menjadi kepercayaan Islam. Di dalamnya menjadi penuh doa-doa Islam. Saat tradisi ini telah berbaur dengan nilai Islam, tujuannya juga berubah. Sekaten menjadi wadah mengislamkan masyarakat Jawa pada masa itu.
"Sekaten berasal dari kata 'syahadat', jadi untuk menyebarkan Islam. Tradisi ini sudah ada sejak lama, lalu diubah sejak Sunan Kalijaga menyiarkan Islam," kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Yogyakarta Didik Purwadi, mewakili Gubernur DI Yogyakarta, saat membuka PMPS di Alun-alun Utara, Jumat sore.
Sekaten pertama kali dilakukan berupa pemindahan dua gamelan pusaka ke Masjid Gedhe. Pemindahan itu agar gamelan berfungsi menjadi daya tarik masyarakat Jawa untuk datang ke masjid.
Menurut Didik, sekaten wujud tradisi religius masyarakat Jawa. Terdapat tradisi Jawa dengan perpaduan unsur religi Islam. "Di sekaten ini ada nilai filosofi pandangan hidup masyarakat Jawa," katanya.
Gelaran sekaten selalu digelar pada hari kelahiran Nabi Muhammad. Jelang hari Maulid Nabi Muahmmad, sekaten diawali gelaran pasar rakyat atau pasar malam. Puncaknya dilakukan pembagian gunungan ke masyarakat.
Fungsi penyebaran Islam sekaten kini tidak lagi efektif. Pasalnya, jika dahulu masyarakat masih dominan beragama bukan Islam, kini masyarakat Jawa umumnya telah memeluk Islam. "Sekaten bila dimaknai sekarang ada dua makna. Pertama, makna tradisi budaya. Kedua, makna pariwisata," kata Didik.
Makna budaya dapat dipahami ihwal tradisi dan simbol-simbol di dalamnya. Selain itu, pemahaman Jawa-Islam yang kini telah menjadi bagian hidup masyarakat di Yogyakarta.
Sementara makna pariwisata, sekaten menjadi daya tarik turis. Sekaten juga diharapkan mampu menumbuhkan gairah ekonomi di Yogyakarta. Bahkan menjadi wadah panggung seni masyarakat. "Namun kini sekaten menjadi wadah hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya,"
Selama 21 hari perayaan sekaten, kelompok seni musik dan tari akan beraksi di dalam sekaten. Mereka beraksi sejak pukul 15.00 WIB hingga 22.00 WIB.
Dalam panggung seni musik itu, umumnya kelompok seni kalangan remaja akan menampilkan lagu-lagu Islam. Satu lagu Jawa bernuansa Islam yang tak akan terlewatkan ialah Lir-Ilir. Lagu berlirik Jawa ini diyakini menjadi media seni penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga.(fre)
BACA JUGA:
- Pasar Malam Perayaan Sekaten Resmi Dibuka
- Pagelaran Seni Tradisi Lisan Jambi 2015
- Festival Seni Tradisi Pilih 5 Seni Tradisional Terbaik di Yogyakarta
- Bukan Bupati, Nyi Roro Kidul Menikah dengan Raja-Raja Jawa
- Mengenal Uniknya Tradisi Saparan Kopeng
Bagikan
Berita Terkait
Indonesia Lobi Inggris Pulangkan Rampasan Manuskrip Keraton Jogja Zaman Raflles

Menilik Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Upacara Sekaten Keraton Surakarta Dinodai Aksi Adu Jotos Antar Kerabat Raja

Sekaten Dimulai, 2 Gamelan Sakral Keraton Surakarta Ditabuh

Wisata Yogyakarta Populer, Ada 10 Rekomendasi Terbaik

Tahun Ini Lokasi Pasar Malam Sekaten Solo Pindah

2 Gamelan Sakral Keraton Surakarta Ditabuh, Tanda Dimulainya Tradisi Sekaten

Museum Wahanarata Resmi Dibuka, Terapkan Virtual Experience Sebagai Inovasi

Pameran 'Sumakala' Ceritakan Masa Temaram Yogyakarta Setelah Peristiwa Geger Sepehi
