Riwayat Pasar Mambo, Tempat Wisata Malam yang Nyaris Terlupakan


Pasar Mambo, Bandarlampung. (Foto: instagram.com/emcfoodjournal)
PASAR Mambo mungkin bukan satu dua nama yang tersebar di Indonesia. Di Lampung, ada Pasar Mambo yang legendaris. Namanya biasa dilontarkan orang-orang karena aroma khas pasar tradisional. Bau. Atau mambu dalam bahasa Jawa.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB ketika memasuki gapura bertuliskan Pasar Mambo. Terlihat "banner" bergantungan di atas tenda dengan tulisan berbagai macam hidangan yang dijual, seperti bubur kacang hijau, pecel lele, dan sate.
Aneka tulisan kuliner milik pedagang di Jalan Hasannudin Telukbetung, Kota Bandarlampung tersebut, tinggal sebagian dari banyaknya pedagang di era keemasan Pasar Mambo.
Seperti dikutip Antara, nama Pasar Mambo saat ini tidak begitu dikenal masyarakat, bahkan penulis pun sempat bertanya di mana lokasi pasar tersebut. Ternyata masih ada pelang atau gapuranya.
Pasar Mambo kini lebih dikenal dengan Pasar Kangkung --yang keduanya sejak lama sudah dikenal warga untuk sebutan lokasi yang sama.
Kisah Pasar Mambo digali dari beberapa sumber, pertama dikenal warga sekitar tahun 90-an. Di lokasi tersebut dulu kental dengan nuansa tindak kejahatan, pemalakan, maupun dari perempuan malam. Namun, kemudian berubah drastis setelah pemerintah setempat mengubah menjadi pasar khusus kuliner yang nyaman untuk dikunjungi.

Namun, aktivitas di pasar tersebut kini tidak seramai dulu. Kendati demikian, sebagian pengais rezeki malam itu tetap bertahan dalam melawan embusan dinginnya angin malam demi memikirkan langkah hidup ke depan selanjutnya.
Dari cerita masa lalu, pemberian nama Pasar Kangkung dilatarbelakangi adanya tanaman kangkung saat lokasi itu masih berparas rawa dan sawah, sedangkan untuk sebutan Pasar Mambo bermula dengan sebutan bahasa Jawa, "mambu" yang artinya "bau".
Sunardi, salah satu pedagang gorengan dan kopi di pasar itu, mengatakan ceritanya dulu, kalau orang bertanya mau ke mana, mereka jawab pergi ke pasar mambu.
Karena dulu kondisi pasar yang padat, kumuh, bahkan jika hujan turun maka jalan digenangi air sehingga menimbulkan bau yang tak sedap.
Pria berumur 60 tahun itu melanjutkan ceritanya tentang Pasar Mambo. Di lokasi tersebut terbagi menjadi tiga pasar. Selain Pasar Mambo ada dua pasar lagi yang beraktivitas berdekatan. Dua pasar itu, biasa ia dan warga lainnya menyebut dengan Pasar Ayam dan Pasar Kliwon.
Lelaki itu mengaku berdagang di Pasar Mambo sejak 1983. Pada tahun 83-an pasar-pasar ini tidak ada namanya. Seiring dengan berjalan waktu, barulah diberi nama dengan sebutan Pasar Mambo, Pasar Kliwon, dan Pasar Ayam. Penyebutan nama itu dilakukan oleh perkumpulan pedagang pasar yang diresmikan di Jalan P Emir M Nur Bandarlampung beberapa tahun lalu.
Bagikan
Berita Terkait
Menu Jadul Es Pleret, Manis dan Nikmat untuk Berbuka Puasa

Klepon, Jajanan Sarat Makna Filosofis saat Perayaan Isra Mi'raj

Benjak Enjak, Sajian Pisang nan Manis Khas Lampung

Serbat Kweni, Minuman Tradisional Asal Lampung yang Kaya Khasiat

Menilik Bahan-Bahan Dasar Pembuatan Minuman Tradisional 'Sopi' Asal Maluku

Kemenparekraf Dukung Ekspansi Restoran Indonesia ke Luar Negeri
